Perundingan Linggarjati

Kamus Sejarah Indonesia -

Ilustrasi: Kamus Sejarah Indonesia. [Creator Cekricek.id]

Apa Itu Perundingan Linggarjati?

Perundingan Linggarjati adalah perundingan antara pihak Belanda dengan Republik Indonesia yang dimulai pada 12 November 1946 dan ditandatangani pada 25 Mei 1947 sebagai bentuk penyelesaian perselisihan Indonesia-Belanda.

Ketentuan utama dalam perundingan itu adalah bahwa Belanda mengakui kekuasaan Republik Indonesia secara de facto di Jawa dan Sumatra dan kedua belah pihak bekerja sama menuju pembentukan sebuah negara federal, demokratis dan berdaulat yang terdiri dari Republik Indonesia (Jawa dan Sumatra), Borneo, dan Timur Besar (Sulawesi, Sunda Kecil, Maluku dan Irian Barat).

Negara federal ini kemudian akan bergabung bersama Belanda dalam Uni Belanda-Indonesia.

Dalam perundingan ini Indonesia diwakili oleh Sutan Syahrir, Belanda diwakili oleh tim yang disebut Komisi Jendral dan dipimpin oleh Wim Schermerhorn dengan anggota H.J. van Mook sedangkan Lord Killearn dari Inggris bertindak sebagai mediator.

Referensi: Kamus Sejarah Indonesia.

Baca Juga

Sumpah Terlarang dan Akhir Dinasti Kerajaan Koto Besar Takluk oleh Belanda
Sumpah Terlarang dan Akhir Dinasti Kerajaan Koto Besar Takluk oleh Belanda
Dari Tragedi Karbala ke Pantai Pariaman: Perjalanan Spiritual Tradisi Tabuik
Dari Tragedi Karbala ke Pantai Pariaman: Perjalanan Spiritual Tradisi Tabuik
Siak Lengih dan Masjid Keramat: Warisan Spiritual yang Mengubah Wajah Kerinci
Siak Lengih dan Masjid Keramat: Warisan Spiritual yang Mengubah Wajah Kerinci
Jejak Imperium Terlupakan: Kisah Kerajaan Melayu yang Menguasai Nusantara Selama 9 Abad
Jejak Imperium Terlupakan: Kisah Kerajaan Melayu yang Menguasai Nusantara Selama 9 Abad
Penelitian DNA Membuktikan Kekerabatan Suku Sakai dengan Minangkabau Pagaruyung
Penelitian DNA Membuktikan Kekerabatan Suku Sakai dengan Minangkabau Pagaruyung
Ketika Islam Menulis Ulang Sejarah Minangkabau: Jejak Spiritual dalam Tambo Kuno
Ketika Islam Menulis Ulang Sejarah Minangkabau: Jejak Spiritual dalam Tambo Kuno