Jejak Sepakbola Minangkabau Selama Masa Kolonial

Jejak Sepakbola Minangkabau Selama Masa Kolonial

Klub sepak bola SIOD di Padang mengucapkan selamat tinggal kepada pelindung wanita G.M. de Voogt-Vogt (kiri dari rangkaian bunga) dan suaminya C.L. de Voogt (kanan dari rangkaian bunga). Tahun 1935. [Foto: KitLV]

Kisah sepakbola Minangkabau di era kolonial Sumatera Barat: pertandingan, tim-tim legendaris, dan interaksi dengan politik.

Cekricek.id - Sebuah entri dari Sinar Sumatra, terbitan 3 Januari 1936, mempertegas bahwa komunitas sepakbola di Sumatera Barat, khususnya di Padang, bukanlah fenomena baru. Pada awal bulan itu, Minangkabau Team dijadwalkan untuk bertemu tim Militaire XI S.W.K. (Sumatra’s Westkust), sebelum akhirnya berlaga melawan tim Young Fellow.

Berbagai sumber dari masa lalu menyoroti pertandingan sepakbola lintas daerah dan lintas lembaga di Hindia Belanda.

Bukan hanya itu, tim-tim lokal juga kerap menghadapi tim dari wilayah lain seperti the Straits Settlements, yang mencakup Semenanjung Malaya dan Singapura di bawah pengawasan Inggris, serta Hongkong dan beberapa tim dari Eropa.

Menurut filolog Suryadi, "dalam konteks zaman kolonial Indonesia, korelasi sepakbola dengan politik, sosial, ekonomi, dan budaya memang belum banyak mendapat sorotan." Namun, Freek Colombijn dalam tulisannya "Politics of Indonesian Football" menekankan bahwa sepakbola di era tersebut lebih dari sekedar olahraga. Ia menyingkap berbagai aspek, dari politik hingga sosial, yang dipengaruhi oleh sepakbola.

Berdasarkan data yang disajikan Colombijn, Padang menjadi salah satu kota pionir dalam sepakbola. Tim pertamanya, Padangsche Voetbal Club, didirikan pada 1901 oleh kaum Belanda.

Memasuki beberapa tahun berikutnya, semangat sepakbola di Sumatera Barat semakin menggelora dengan lahirnya enam tim lain, termasuk tiga tim asal Minangkabau dan satu tim militer bernama Sparta.

Menariknya, Sparta kerap mengadakan pertandingan dengan tim kapal perang Jerman yang bersandar di Emmahaven.

Pada tahun 1905, ketujuh tim sepakbola tersebut menyatu dalam WSVB (West Sumatra Voetbal Bond). Uniknya, WSVB mencakup pengurus dan pemain dari berbagai etnis; Minangkabau, Belanda, dan Tionghoa.

Namun, politik tak bisa dipisahkan dari sepakbola. Pada 1922, tim Minangkabau memilih untuk meninggalkan WSVB dan mendirikan SVM (Sportvereeniging Minangkabau).

Dunia sepakbola di era kolonial Indonesia sarat dengan dinamika, dengan tim-tim yang muncul dan lenyap, terutama karena perpindahan anggotanya. Seringkali, sepakbola juga menjadi ajang kampanye politik, terutama menjelang berakhirnya era kolonial Belanda.

Sepakbola, dalam konteks sejarah sosial, patut mendapat sorotan lebih dalam oleh para sejarawan. Tak hanya menambah wawasan akademis, tapi juga melengkapi khazanah pengetahuan umum kita.

Baca Juga

Penelitian DNA Membuktikan Kekerabatan Suku Sakai dengan Minangkabau Pagaruyung
Penelitian DNA Membuktikan Kekerabatan Suku Sakai dengan Minangkabau Pagaruyung
Ketika Islam Menulis Ulang Sejarah Minangkabau: Jejak Spiritual dalam Tambo Kuno
Ketika Islam Menulis Ulang Sejarah Minangkabau: Jejak Spiritual dalam Tambo Kuno
Ketika Twitter Jadi Ladang Perlawanan: Kebangkitan Nasionalisme Melayu Baru di Era Digital
Ketika Twitter Jadi Ladang Perlawanan: Kebangkitan Nasionalisme Melayu Baru di Era Digital
Pasar Tradisional Minangkabau Terbukti Jadi Inkubator Kapitalisme Lokal Selama Puluhan Tahun
Pasar Tradisional Minangkabau Terbukti Jadi Inkubator Kapitalisme Lokal Selama Puluhan Tahun
Carlos Tevez menunjukkan bekas luka di leher saat bermain untuk Manchester City, simbol perjuangan hidupnya dari masa kecil hingga menjadi bintang sepak bola dunia
Carlos Tevez Bangga dengan Bekas Luka sebagai Simbol Perjuangan Hidup
Messi Berpeluang Patahkan Rekor Gol Cristiano Ronaldo di Piala Dunia Klub
Messi Berpeluang Patahkan Rekor Gol Cristiano Ronaldo di Piala Dunia Klub