Menyingkap misteri masa lalu: Bagaimana perubahan iklim ekstrem 1,1 juta tahun yang lalu mempengaruhi Homo erectus di Eropa. Dapatkan wawasan mendalam tentang adaptasi dan evolusi manusia purba di tengah tantangan iklim.
Cekricek.id - Sebelum Homo sapiens, leluhur kita, memulai petualangannya keluar dari Afrika, manusia purba lainnya telah melakukan perjalanan ke penjuru dunia. Namun, perjalanan tersebut tidak selalu mulus.
Hari Kamis (10/8/2023) lalu, peneliti menemukan tanda-tanda periode dingin intens di kawasan Atlantik Utara sekitar 1,1 juta tahun yang silam yang berlangsung selama sekitar 4.000 tahun. Fenomena ini diperkirakan telah menghapuskan populasi manusia purba di Eropa yang ketika itu didominasi oleh Homo erectus.
Melalui temuan fosil di Spanyol, diperkirakan bahwa Homo erectus, yang seringkali diidentifikasi sebagai leluhur awal manusia yang melewati batas-batas Afrika, adalah penduduk Eropa saat itu. Mereka memiliki bentuk tubuh yang mirip dengan manusia modern dan dikenal dengan kemampuan mereka untuk menciptakan peralatan dari batu.
Namun, periode dingin ekstrem ini, yang intesitasnya sama dengan periode es lebih modern, tampaknya mengubah lanskap Eropa menjadi tanah yang keras bagi para pemburu-pengumpul purba. Kurangnya toleransi terhadap suhu dingin, dikombinasikan dengan kurangnya insulasi lemak yang adekuat, menjadikan mereka rentan. Mereka juga menghadapi tantangan dalam menciptakan pakaian hangat, mencari tempat berlindung, serta membuat api.
Dalam laporan Reuters, Chris Stringer, antropolog dari Natural History Museum, London, mengatakan bahwa perubahan kondisi ini mungkin mengakibatkan pengosongan total manusia purba dari Eropa untuk jangka waktu yang signifikan.
Penelitian yang dipublikasikan di jurnal Science ini mencatat bahwa dampak jumlah kematian akibat periode dingin ini masih belum pasti. "Estimasi jumlah populasi saat itu mungkin hanya puluhan ribu di seluruh Eropa," ungkap Stringer.
Penemuan ini membuka mata banyak orang, terutama di era Pleistosen, yang menunjukkan perubahan iklim global. Axel Timmermann dari Pusan National University, Korea Selatan, menyatakan bahwa keberadaan manusia di Eropa mungkin tidak konstan, namun lebih pada siklus hadir-hilang seiring dengan perubahan iklim.
Dengan mempelajari fosil manusia dan peralatan batu kuno, para peneliti mendapati bahwa ada celah sekitar 200.000 tahun dalam sejarah pendudukan manusia di Eropa. Chronis Tzedakis, profesor geografi dari University College London, menyimpulkan bahwa manusia kembali menetap di Eropa sekitar 900.000 tahun yang lalu dengan kemampuan evolusi yang memungkinkan mereka bertahan di kondisi dingin.
Homo erectus, spesies awal dalam evolusi manusia, menunjukkan tanda-tanda kehadiran di Eurasia dan kemudian di Eropa Selatan. Ada bukti bahwa Homo erectus sudah berada di Georgia sekitar 1,8 juta tahun yang lalu. Terdapat pula alat batu di Italia dan Spanyol yang berusia sekitar 1,5 juta tahun, serta fosil manusia yang ditemukan di Spanyol sekitar 1,4 dan 1,2 juta tahun yang lalu.
Spesies manusia selanjutnya, seperti Homo antecessor dan Homo heidelbergensis, tampak lebih adaptif dalam menghadapi kondisi dingin yang berkelanjutan. Homo sapiens, spesies kita, muncul di Afrika lebih dari 300.000 tahun yang lalu dan kemungkinan telah mencapai Eropa lebih dari 200.000 tahun yang lalu, namun migrasi besar-besaran dari Afrika hanya terjadi sekitar 60.000 tahun yang lalu. Seiring dengan penyebaran Homo sapiens, Neanderthal, yang sudah ada di Eropa sejak 430.000 tahun yang lalu, mulai menghilang sekitar 40.000 tahun yang lalu.
"Penelitian ini mengungkap bagaimana manusia purba beradaptasi dengan perubahan iklim dan memberikan gambaran tentang evolusi mereka dalam menghadapi tekanan iklim," pungkas Timmermann.