Peneliti Menemukan Teknologi Baru Pada AC, 90 Persen Lebih Hemat

Teknologi Pendingin Udara Masa Depan: Lebih Hijau dan Efisien 90 Persen

Ilustrasi. [Foto: Canva]

Teknologi AC baru menjanjikan solusi yang lebih ramah lingkungan dan efisien untuk menghadapi pemanasan global. Bagaimana inovasi ini bisa mengubah cara kita mendinginkan ruangan? Peneliti menemukan teknologi ini 90 persen lebih hemat.

Cekricek.id - Bulan Juli lalu mencatat sebagai bulan terpanas dalam sejarah manusia. Gelombang panas menghantam berbagai belahan dunia, bahkan mencapai negara-negara di belahan bumi selatan saat musim dingin mereka. Panas ekstrem bukan hanya soal kenyamanan; di Amerika Serikat saja, panas membunuh lebih banyak orang daripada banjir, tornado, dan badai.

Seiring perubahan iklim, kebutuhan akan ruangan ber-AC meningkat, menjadi kebutuhan dasar kesehatan dan hak asasi manusia.

Namun, sistem AC konvensional telah memperparah situasi. Semakin panas, semakin banyak orang yang menghidupkan AC, yang berarti semakin banyak energi yang digunakan.

Nicole Miranda, peneliti dari University of Oxford, menyebut ini sebagai siklus yang semakin memburuk. Data dari International Energy Agency (IEA) menunjukkan bahwa pendinginan menjadi sumber energi dengan pertumbuhan tercepat di gedung-gedung. IEA memperkirakan kebutuhan energi untuk pendinginan akan bertambah tiga kali lipat pada 2050.

Kita tidak bisa terus mengandalkan teknologi AC yang sama selama hampir satu abad. Kita membutuhkan inovasi baru yang dapat memberikan udara yang lebih sejuk dengan dampak lingkungan yang lebih kecil.

Salah satu masalah dengan sistem AC saat ini adalah penggunaan bahan kimia refrigeran yang merupakan gas rumah kaca. Meskipun ada upaya untuk menggantinya dengan bahan yang lebih ramah lingkungan, sekitar 80% emisi dari AC berasal dari energi yang digunakan untuk mengoperasikannya, kata Nihar Shah dari Lawrence Berkeley National Laboratory. Beberapa proyek berfokus pada peningkatan efisiensi energi komponen-komponen AC.

Sistem AC konvensional bekerja dengan cara mendinginkan dan mengurangi kelembapan udara, yang kurang efisien.

Beberapa desain AC baru memisahkan proses ini. Misalnya, beberapa desain menggunakan bahan desikan untuk menarik kelembapan dari udara.

Udara kering kemudian didinginkan pada suhu yang lebih wajar. Salah satu perusahaan, Transaera, mengklaim sistem yang mereka kembangkan bisa menghemat energi hingga 35%.

Peningkatan efisiensi yang lebih besar mungkin terjadi ketika proses dehumidifikasi dikombinasikan dengan pendinginan evaporatif. Teknologi ini menghilangkan proses kompresi uap yang memerlukan banyak energi.

Di iklim kering, pendinginan evaporatif telah digunakan selama ribuan tahun. Namun, strategi ini meningkatkan kelembapan udara, sehingga hanya efektif di cuaca panas dan kering.

Untuk mengatasi ini, tim dari Harvard University telah merancang perangkat AC yang menggunakan barrier hidrofobik untuk melakukan pendinginan evaporatif tanpa meningkatkan kelembapan.

Perusahaan lain, Blue Frontier, sedang menguji sistem AC komersial berdasarkan desikan dan pendinginan evaporatif. CEO perusahaan, Daniel Betts, mengatakan bahwa berdasarkan uji coba lapangan, mereka bisa mengurangi konsumsi energi hingga 90%.

Namun, perusahaan-perusahaan ini masih dalam tahap pengujian dan belum siap untuk diluncurkan ke pasar. Ada banyak tantangan yang mungkin menghambat adopsi teknologi baru ini, termasuk biaya produksi dan pemasangan yang lebih tinggi.

Meskipun teknologi baru menjanjikan efisiensi yang lebih baik, peningkatan penggunaan AC mungkin masih akan meningkatkan konsumsi energi.

Shah dari IEA mengatakan bahwa kita tidak bisa hanya mengganti semua AC lama dengan model yang lebih baik. Kita juga perlu strategi lain, seperti perencanaan kota dan desain bangunan yang meminimalkan kebutuhan pendinginan.

Sneha Sachar dari ClimateWorks mengatakan bahwa kita membutuhkan kombinasi bangunan dan kota yang lebih baik, teknologi yang lebih baik, dan pemahaman yang lebih baik tentang dampak sebenarnya dari AC. "Apa yang kita lakukan di satu bagian dunia mempengaruhi lingkungan global," kata Sachar.

Baca Juga

Chip kuantum 156-qubit IBM Heron terbaru menunjukkan peningkatan kinerja signifikan dalam komputasi kuantum
Chip Kuantum Terbaru IBM Tingkatkan Kecepatan Komputasi Hingga 50 Kali Lipat
Krisis Listrik dan Trafo Ancam Dunia pada 2025 akibat Perkembangan Pesat AI dan EV
Krisis Listrik dan Trafo Ancam Dunia pada 2025 akibat Perkembangan Pesat AI dan EV
Cekricek.id - Membuka Potensi Penuh ChatGPT: Panduan Komprehensif
Membuka Potensi Penuh ChatGPT: Panduan Komprehensif
Cekricek.id - AI Mampu Memprediksi Waktu Kematian Seseorang
AI Mampu Memprediksi Waktu Kematian Seseorang
Cekricek.id - Apakah Manusia Bisa Berkomunikasi dengan Anjing Menggunakan Alat?
Apakah Manusia Bisa Berkomunikasi dengan Anjing Menggunakan Alat?
Cekricek.id - Google Luncurkan Versi Baru Bard, Klaim Lebih Baik Dibanding ChatGPT
Google Luncurkan Versi Baru Bard, Klaim Lebih Baik Dibanding ChatGPT