Apa Itu Konflik Kaum Muda dan Kaum Tua di Sumatera Barat?
Konflik Kaum Muda dan Kaum Tua di Sumatera Barat adalah perdebatan mengenai praktik ibadah agama Islam yang berlangsung pada awal abad ke-20 di Sumatera Barat antara “kaum muda”dan “kaum tua”.
Istilah kaum muda mengacu pada sekelompok ulama pembaharu yang mengkritik keras praktek dan tradisi beribadah masyarakat di Sumatera Barat.
Sumber inspirasi ideologis mereka adalah gagasan ulama pembaharu dari al-Azhar seperti Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha.
Ulama dari kaum muda antara lain Abdullah Ahmad, Syaikh Djamil Djambek, Haji Rasul, dan Haji Abdul Latif. Istilah kaum tua merupakan sebutan untuk sekelompok ulama yang mempraktekkan ibadah dan tradisi keagamaan yang bersendikan kitab-kitab klasik Islam.
Sumber referensi intelektual mereka berasal dari gagasan ulama-ulama klasik abad ke-12 seperti Imam al-Ghazali dan Imam Jalaluddin As-Suyuthi.
Ulama kaum tua meliputi nama-nama berikut, Chatib Ali, Syaikh Badjang, dan Siradjuddin Abbas.
Perdebatan antara kaum muda dan kaum tua berawal dari kedatangan kembali sejumlah ulama yang pernah belajar dari Syaikh Ahmad Khatib Sambas yang beraliran pembaharuan di Mekkah.
Mereka mengkritik praktek ibadah Tarekat Naqsyabandiyah yang dinilai menyimpang.
Banyak ulama kaum tua bergabung ke tarekat tersebut tak mau menerima pandangan kaum muda sehingga menyerang balik kaum muda.
Perdebatan itu kemudian meluas hingga ke perihal maulid, ziarah kubur, ijtihad, taklid, dan kekeramatan seseorang.
Perdebatan mereka terjadi di media cetak dan tatap muka langsung. Pada dekade 1930-an, perdebatan itu mulai berkurang dan kedua kelompok mulai berdamai.
Referensi: Kamus Sejarah Indonesia.