Cekricek.id - Mantan striker timnas Argentina Carlos Tevez memilih mempertahankan bekas luka di wajah dan lehernya sebagai pengingat perjalanan hidup yang keras. Meski memiliki kemampuan finansial untuk melakukan operasi plastik, pesepak bola berusia 40 tahun ini dengan tegas menolak mengubah penampilannya.
Bekas luka yang terlihat jelas di wajah dan leher Carlos Tevez menjadi ciri khas yang tak terpisahkan dari sosoknya. Luka tersebut berasal dari kecelakaan tragis saat ia berusia 10 bulan, ketika secara tidak sengaja menyiramkan air mendidih ke tubuhnya sendiri. Kejadian ini membuatnya harus dirawat di rumah sakit selama dua bulan.
"Bekas luka yang ada di wajah, leher, dan dada saya terjadi ketika saya secara tidak sengaja menyiramkan ketel berisi air mendidih ke tubuh saya sendiri saat berusia 10 bulan. Saya dirawat di rumah sakit selama dua bulan, dan meskipun saya masih bayi saat itu, pengalaman tersebut menjadi pengalaman yang menentukan dan menandai saya seumur hidup," ungkap Carlos Tevez dilansir givemesport.
Masa kecil yang dihabiskan di lingkungan keras Fuerte Apache, pinggiran Buenos Aires, turut membentuk karakter kuat striker yang pernah bermain untuk Manchester United dan Manchester City ini. Wilayah tersebut dikenal sebagai daerah dengan tingkat kriminalitas tinggi, pertengkaran jalanan yang sering terjadi, dan kemiskinan ekstrem.
Carlos Tevez mengakui bahwa kondisi lingkungan tempat tinggalnya sangat berbahaya pada masa itu. "Setelah jam tertentu, Anda tidak bisa keluar ke jalan. Sungguh luar biasa. Gigi saya patah dalam perkelahian jalanan karena uang, karena di Apache, Anda selalu bermain sepak bola untuk uang bahkan sejak kecil. Itu adalah cara untuk mendapatkan cukup uang untuk makanan dan minuman," ceritanya kepada Mirror pada 2008.
Meski kini memiliki kekayaan yang melimpah, striker kelahiran Buenos Aires ini tetap konsisten dengan keputusannya untuk tidak mengubah penampilan fisiknya. Bagi Carlos Tevez, bekas luka tersebut bukan sekadar tanda fisik, melainkan simbol perjuangan dan identitas diri yang tidak ingin dihilangkan.
Dalam wawancara terpisah dengan Mirror, Carlos Tevez menjelaskan alasan menolak tawaran operasi plastik dari klub. "Ketika mereka bertanya mengapa, saya katakan kepada mereka, 'Kalian harus menerima saya apa adanya atau tidak sama sekali'. Bekas luka adalah bagian dari siapa saya dulu dan masih saya sekarang. Hal yang sama berlaku untuk gigi. Saya tidak akan mengubah cara saya," tegasnya.
Sikap unik ini bahkan membuatnya mendapat julukan khusus dari rekan setimnya di Manchester United. "Di United, pemain lain memanggil saya The Lion karena saya tidak pernah merawat rambut saya. Saya hanya muncul di latihan dengan rambut apa adanya saat bangun tidur. Tapi tidak apa-apa. Di United saya merasa seperti di rumah," kenang mantan pemain Boca Juniors tersebut.
Perjalanan karier Carlos Tevez dimulai dari klub kampung halamannya, Boca Juniors, tempat ia mencetak 94 gol dalam 279 penampilan. Striker yang dikenal dengan gaya bermain keras dan serbaguna ini kemudian hijrah ke Eropa dan bergabung dengan Corinthians sebelum pindah ke West Ham United sebagai batu loncatan menuju kesuksesan yang lebih besar.
Di Manchester United, Carlos Tevez meraih dua gelar Premier League dan satu Liga Champions, sebelum kontroversial pindah ke rival sekota Manchester City. Bersama The Citizens, ia menambah koleksi gelar Premier League dan menjadi salah satu pemain terbaik yang pernah mengangkat trofi liga dengan dua klub berbeda di Manchester.
Prestasi gemilang Carlos Tevez tidak berhenti di level klub saja. Bersama timnas Argentina, ia berhasil meraih medali emas Olimpiade 2004 di Athena, meski gagal mempersembahkan trofi Copa America dalam tiga kesempatan berbeda pada 2004, 2007, dan 2015.
Statistik karier menunjukkan konsistensi Carlos Tevez sebagai pencetak gol yang handal. Di Manchester City, ia mencetak 73 gol dalam 148 penampilan, sementara di Manchester United tercatat 34 gol dari 99 laga. Produktivitas serupa ia tunjukkan di Juventus dengan 50 gol dari 96 pertandingan.
Filosofi hidup Carlos Tevez yang menerima diri apa adanya menjadi inspirasi bagi banyak orang, terutama mereka yang memiliki keterbatasan fisik. Keputusannya mempertahankan bekas luka sebagai bagian dari identitas menunjukkan bahwa kesempurnaan fisik bukanlah segalanya dalam meraih kesuksesan.