Cekricek.id, Jakarta - Isu deforestasi dan gas rumah kaca menjadi sorotan utama menjelang COP 30 Indonesia di Brasil. Dalam workshop jurnalis yang digelar SIEJ, para pakar dan aktivis menekankan perlunya strategi yang lebih ilmiah dan konsisten dalam kebijakan iklim nasional.
Kuki Soedjackmoen, Direktur Eksekutif Indonesia Research Institute for Decarbonization (IRID), menjelaskan pentingnya memahami dampak gas rumah kaca seperti metana (CH₄) dan dinitrogen oksida (N₂O) yang efek pemanasannya jauh lebih besar daripada karbon dioksida (CO₂).
“Kalau kita bicara pemanasan global itu ada namanya global warming potential… penyerapannya pun harus diperlakukan dengan pendekatan yang berbeda,” katanya.
Dari Greenpeace Indonesia, Syahrul Fitra menyoroti inkonsistensi data deforestasi pemerintah.
“Kita tidak bisa terus mengejar pertumbuhan ekonomi dengan menghancurkan hutan. Deforestasi bukan bencana alami, tapi hasil dari perencanaan yang keliru,” tegasnya.
Ia mendesak agar target global menghentikan deforestasi pada 2030 menjadi landasan utama dalam kerangka AFOLU di COP 30.
Sementara itu, Cindy Julianti dari Working Group ICCA Indonesia menekankan keterkaitan antara krisis iklim dan keanekaragaman hayati. Ia mendorong penguatan nature-based solutions serta keterbukaan dalam pengembangan insentif ekonomi berbasis ekosistem.
Baca Juga: Es Antartika Barat Mencair, Ancaman Baru Pemanasan Global
Dengan berbagai masukan tersebut, COP 30 diharapkan menjadi forum penting untuk memperkuat transparansi, akuntabilitas, dan keberlanjutan kebijakan iklim Indonesia. (*)