Datuak Putiah, mantan demang Solok, terlibat dalam kontroversi sebagai pengikut Ahmadiyah pada 1930. Artikel ini mengungkap latar belakang dan dampak dari kasus ini.
Cekricek.id, Solok - Tahun 1930, kabar dari Mekah mengguncang. Datuak Putiah, sosok yang pernah memimpin distrik Solok, bersama keluarganya, ditahan atas instruksi penguasa Negeri Hidjaz. Apa yang menjadi sebab? Dikabarkan, ia terlibat dalam gerakan Ahmadiyah yang berkembang di Sumatera Barat.
Majalah Pandji Poestaka, pada edisi 5 Agustus 1930, memberitakan penahanan tersebut. Sumber berita ini datang langsung dari Mekah dan disiarkan ke koran Sumatra Bode di Padang.
“Orang pergi hadji jang ditangkap. Sepandjang kabar aneta dari Padang, Sum. Bode [koran SumatraBode] telah menerima kabar kawat dari Mekah, jang mewartakan bahwa t[oean] Datoek Poetih, bekas kepala district Solok, dan keloearganja, telah ditangkap atas perintah Radja Hidjaz, ja‘ni waktoe t. Dt. Poetih itoe sampai dikota tsb. Kabarnja ialah karena t. Dt. Poetih itoe mendjadi pengikoet pergerakan agama Ahmadijah, jang djoega terdapat di Soematera Barat,” sebagaimana dikutip filolog Suryadi dalam blog pribadinya.
Dalam edisi 9 September 1930, majalah yang sama menyatakan bahwa Datuak Putiah akhirnya dideportasi kembali ke Hindia Belanda, berdasarkan informasi yang diterima oleh Gubernur Sumatera Barat dari Oetoesan Belanda di Jeddah.
"Penangkapan t. Dt. Poetih di Mekah. Berhoeboeng dengan penangkapan t. Dt. Poetih oléh pemerintah di Hidjaz, karena kepertjajaannja tentang agama itoe, Sum. Bode mendengar kabar bahwa menoeroet warta jang diterima oléh Goebernoer Soem. Barat dari Oetoesan Belanda di Djoedah, maka t. Dt. Poetih itoe dikirimkan kembali ketanah Hindia dengan kapal api Poelau Beras.”
Surat kabar Het Nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië di Batavia juga memberikan pemberitaan serupa, menyoroti deportasi Datuak Putiah dan keluarganya ke Hindia Belanda. Harian De Tijd dari 's-Hertogenbosch, Belanda, dalam edisi 31 Juli 1930, memberikan sorotan khusus dengan judul "Datuak Putiah dan Ahmadiyah", menegaskan betapa signifikannya berita ini di mata pembaca global.
Namun, siapakah Datuak Putiah?
Pada 1927, Datuak Putiah, dengan nama lengkap Idris gelar Datuak Putiah, yang pernah menjadi kepala distrik Solok, telah berhadapan dengan pengadilan kolonial dalam kasus yang dikenal sebagai "Perambahan-affaire" atau Kasus Parambahan. Bersama Datuak Tongga, keduanya dituduh melakukan tindakan represif di penjara Solok, sebuah tuduhan yang mengejutkan banyak pihak.
Pengadilan di Padang menjatuhkan hukuman kepada keduanya. Datuak Putiah mendapat hukuman 1,5 tahun, sementara Datuak Tongga 2,5 tahun. Mereka kemudian mengajukan banding ke Betawi, dan kasus mereka disidangkan di Pengadilan Tinggi Batavia pada 8 Oktober 1927. Namun, hasil dari banding tersebut masih menjadi misteri.
Pada 1930, Datuak Putiah memutuskan untuk menunaikan ibadah haji ke Mekah. Namun, perjalanan rohaniah ini terhalang. Ia dideportasi oleh otoritas Tanah Hejaz dan dikembalikan ke Hindia Belanda dengan tuduhan menjadi anggota Ahmadiyah. Menurut beberapa sumber, Datuak Putiah mungkin menjadi salah satu pelopor gerakan Ahmadiyah di Minangkabau.
Surat kabar Bataviaasch nieuwsblad, dalam edisi 6 Agustus 1930, menambahkan bahwa sebelum ke Mekah, Datuak Putiah dan istrinya telah mengunjungi Qadian di Lahore, pusat gerakan Ahmadiyah di India Utara.
Dari berbagai sumber berita, jelas bahwa Ahmadiyah bukanlah gerakan baru di Minangkabau. Paling tidak, sejak 1930, aliran ini telah dikenal di sana.
Kontroversi mengenai Datuak Putiah menyoroti kompleksitas dan dinamika keagamaan di Indonesia saat itu. Kasusnya menjadi bukti bahwa isu keagamaan sering menjadi sorotan, baik di tingkat lokal maupun global.
Datuak Putiah, dengan segala kontroversinya, memiliki tempat penting dalam sejarah Minangkabau, terutama dalam konteks gerakan Ahmadiyah dan kasus hukum yang melibatkannya.
Temukan berita Solok terbaru hari ini dan berita Sumatera Barat terkini seputar peristiwa, politik, hukum, kriminal, budaya, sejarah, hiburan, dan gaya hidup hanya di Cekricek.id.