Cekricek.id - Dunia matematika dikejutkan dengan penemuan metode revolusioner untuk mendeteksi bilangan prima yang dikembangkan oleh tim peneliti internasional. Pendekatan inovatif ini menggunakan konsep partisi bilangan bulat dan berhasil menghubungkan dua bidang matematika yang sebelumnya terpisah.
Tim yang dipimpin Ken Ono dari Universitas Virginia, Amerika Serikat, bersama William Craig dari Akademi Angkatan Laut AS dan Jan-Willem van Ittersum dari Universitas Cologne, Jerman, mempublikasikan temuan mereka dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences USA. Penelitian ini meraih posisi runner-up untuk penghargaan sains fisik yang mengakui keunggulan dan orisinalitas ilmiah.
Bilangan prima merupakan angka yang lebih besar dari satu dan hanya dapat dibagi oleh satu dan dirinya sendiri. Contoh terkecil adalah 2, 3, dan 5. Meskipun mudah mengidentifikasi bilangan prima kecil, tantangan menjadi sangat kompleks ketika berhadapan dengan angka besar.
"Kami telah mendeskripsikan tak terhingga banyaknya kriteria baru untuk menentukan himpunan bilangan prima secara tepat, yang semuanya sangat berbeda dari pendekatan 'jika tidak bisa difaktorkan, maka itu prima'," ungkap Ono dalam pernyataannya.
Inti dari strategi tim ini adalah konsep yang disebut partisi bilangan bulat. Teori partisi sudah dikenal sejak abad ke-18 melalui karya matematikawan Swiss Leonhard Euler. Konsep ini pada dasarnya menjawab pertanyaan: berapa banyak cara untuk menjumlahkan angka-angka agar menghasilkan angka tertentu.
Sebagai ilustrasi, angka 5 memiliki tujuh partisi: 4+1, 3+2, 3+1+1, 2+2+1, 2+1+1+1, dan 1+1+1+1+1. Meskipun terlihat sederhana, konsep ini ternyata menjadi kunci tersembunyi yang membuka cara baru mendeteksi bilangan prima.
"Sangat luar biasa bahwa objek kombinatorial klasik seperti fungsi partisi dapat digunakan untuk mendeteksi bilangan prima dengan cara novel ini," komentar Kathrin Bringmann, matematikawan dari Universitas Cologne yang tidak terlibat dalam penelitian.
Tim peneliti membuktikan bahwa bilangan prima adalah solusi dari sejumlah tak terhingga persamaan polinomial tipe tertentu dalam fungsi partisi. Persamaan-persamaan ini dinamai persamaan Diophantine, diambil dari nama matematikawan abad ketiga Diophantus dari Alexandria.
Temuan ini menunjukkan bahwa "partisi bilangan bulat mendeteksi bilangan prima dalam tak terhingga banyaknya cara alami," tulis para peneliti dalam makalah mereka.
George Andrews, matematikawan dari Pennsylvania State University yang mengedit makalah tersebut namun tidak terlibat dalam penelitian, menggambarkan penemuan ini sebagai "sesuatu yang benar-benar baru" dan "tidak terduga", sehingga sulit memprediksi "ke mana hal ini akan mengarah".
Penemuan ini melampaui sekadar mengeksplorasi distribusi bilangan prima. "Kami benar-benar mengenai semua bilangan prima tepat sasaran," tegas Ono. Dalam metode ini, seseorang dapat memasukkan bilangan bulat 2 atau lebih ke dalam persamaan tertentu, dan jika persamaan tersebut benar, maka bilangan tersebut adalah prima.
Salah satu contoh persamaan adalah: (3n³ - 13n² + 18n - 8)M₁(n) + (12n² - 120n + 212)M₂(n) - 960M₃(n) = 0, di mana M₁(n), M₂(n), dan M₃(n) adalah fungsi partisi yang telah dipelajari dengan baik.
"Secara lebih umum, untuk tipe fungsi partisi tertentu, kami membuktikan bahwa ada tak terhingga banyaknya persamaan pendeteksi bilangan prima dengan koefisien konstan," tulis para peneliti.
Bringmann menyarankan bahwa temuan tim ini dapat mengarah pada banyak penemuan baru. "Selain kepentingan matematis intrinsiknya, karya ini dapat menginspirasi investigasi lebih lanjut tentang sifat-sifat aljabar atau analitik yang mengejutkan yang tersembunyi dalam fungsi kombinatorial," katanya.
Dia juga mengusulkan beberapa cara potensial untuk mengembangkan penelitian ini, seperti mengeksplorasi struktur matematika lain yang dapat ditemukan menggunakan fungsi partisi atau mencari cara untuk memperluas hasil utama guna mempelajari tipe bilangan berbeda.
Meski demikian, masih banyak pertanyaan terbuka tentang bilangan prima yang belum terjawab. Dua contohnya adalah konjektur prima kembar dan konjektur Goldbach. Konjektur prima kembar menyatakan bahwa ada tak terhingga banyaknya prima kembar - bilangan prima yang dipisahkan oleh nilai dua, seperti 5 dan 7, atau 11 dan 13.
Sementara itu, konjektur Goldbach menyatakan bahwa "setiap bilangan genap yang lebih besar dari 2 adalah jumlah dua bilangan prima setidaknya dalam satu cara," jelas Ono. Namun, belum ada yang berhasil membuktikan konjektur ini benar.
"Masalah-masalah seperti itu telah membingungkan matematikawan dan ahli teori bilangan selama bergenarasi, hampir sepanjang sejarah teori bilangan," ungkap Ono. Meskipun temuan timnya belum memecahkan masalah-masalah tersebut, ini merupakan contoh mendalam bagaimana matematikawan mendorong batas-batas untuk lebih memahami sifat misterius bilangan prima.
Andrews memuji kontribusi Ono dalam dunia matematika: "Ken Ono, menurut pendapat saya, adalah salah satu matematikawan paling menarik saat ini. Ini bukan pertama kalinya dia melihat masalah klasik dan membawa hal-hal yang benar-benar baru."
Penemuan ini membuka jalan bagi eksplorasi lebih lanjut dalam matematika dan menunjukkan kekayaan koneksi yang tersembunyi dalam disiplin ilmu ini. Para peneliti berharap metode baru ini akan merangsang pemikiran segar di berbagai sub-bidang matematika dan membawa pemahaman yang lebih mendalam tentang bilangan prima.