Penelitian terbaru menunjukkan bahwa bola kecil yang ditemukan di lepas pantai Papua Nugini mungkin berasal dari luar tata surya kita. Apa arti temuan ini bagi dunia sains?
Cekricek.id - Sebuah temuan mengejutkan muncul dari kedalaman laut lepas pantai Papua Nugini. Sejumlah bola kecil yang ditemukan mungkin memiliki asal-usul yang tak biasa, berasal dari batu yang telah menempuh jarak lintasan cahaya dari bintang yang bukan Matahari kita.
Meski hasil penelitian ini belum sepenuhnya direview, namun telah memicu perdebatan di kalangan ilmuwan. Beberapa menganjurkan agar tidak terlalu cepat menyimpulkan berdasarkan analisis awal.
Pada tahun 2014, sebuah meteor yang dikenal dengan nama CNEOS 2014-01-08 atau IM1, terdeteksi oleh satelit pemerintah AS sebelum akhirnya hancur di atas Samudra Pasifik. Kecepatan meteor ini yang tidak biasa menarik perhatian banyak pihak.
Avi Loeb, seorang astronom terkemuka dari Universitas Harvard, yang mendirikan Galileo Project pada tahun 2021 untuk mencari tanda-tanda teknologi asal luar angkasa, memimpin ekspedisi untuk mencari sisa-sisa meteor ini pada bulan Juni.
Dengan menggunakan magnet langka yang sangat kuat, tim mencari ratusan bola kecil dengan diameter 0,05 hingga 1,3 milimeter dari sedimen di kedalaman 2 kilometer, sekitar 85 kilometer ke utara dari Pulau Manus.
Analisis awal dari 57 objek mineral oleh tim peneliti dari Universitas Harvard menunjukkan bahwa beberapa di antaranya memiliki komposisi kimia yang tidak sesuai dengan apa yang kita kenal dari tata surya kita. Ini memicu spekulasi bahwa IM1 mungkin berasal dari luar tata surya sebelum akhirnya menabrak atmosfer Bumi.
Charles Hoskinson, seorang pengusaha Amerika yang mendanai ekspedisi ini, menyatakan, "Ini adalah penemuan bersejarah. Ini pertama kalinya manusia memiliki material dari objek antarbintang yang besar."
Tim peneliti kemudian menganalisis rasio elemen dalam bola-bola tersebut. Hasilnya menunjukkan variasi isotop besi yang konsisten dengan teori bahwa bola-bola tersebut berasal dari luar Bumi.
Selain itu, partikel-partikel tersebut kaya akan logam seperti beryllium, lanthanum, dan uranium. Rasio elemen-elemen ini belum pernah ditemukan sebelumnya pada meteorit manapun, menunjukkan kemungkinan asal-usul yang jauh dari tata surya kita.
Penelitian ini menambah wawasan kita tentang pertukaran material batuan antar bintang. Dalam teori, objek yang mengorbit satu bintang bisa terlempar dengan kekuatan besar hingga masuk ke orbit bintang lain.
Namun, dalam skala kosmik, fenomena seperti ini mungkin jarang terjadi. Kita baru saja mengkonfirmasi pertukaran antarbintang pertama kita pada tahun 2017, saat asteroid Oumuamua menarik perhatian kita.
Menemukan sisa-sisa objek semacam itu di permukaan Bumi tentu menjadi pencapaian besar bagi astronom. Namun, bukti asal-usul objek tersebut harus sangat kuat dan meyakinkan.
Seperti halnya dengan setiap penemuan besar, temuan ini mendapat sorotan besar. Beberapa ahli meragukan, sementara yang lain sangat skeptis.
Ditambah lagi, tujuan dari Galileo Project sendiri adalah mencari bukan hanya material dari luar tata surya, tetapi juga tanda-tanda teknologi alien. Hal ini tentu memicu berbagai reaksi dari berbagai kalangan.
Papua Nugini sendiri mengkritik ekspedisi ini, dengan alasan tim mungkin telah memasuki negara tersebut secara ilegal dengan visa yang salah.
Namun, di tengah semua drama ini, kita harus ingat bahwa sains ada untuk memisahkan fakta dari asumsi. Kita perlu menunggu lebih lama untuk memastikan apakah bola-bola kecil ini benar-benar berasal dari batu yang pernah berada di bawah sinar bintang lain.
Untuk saat ini, kita hanya bisa membayangkan cerita yang mungkin diceritakan oleh bola-bola misterius ini.
Penelitian ini saat ini masih menunggu review dari para ahli dan dapat diakses di arXiv.org.