Siapa Soetardjo Kartohadikoesoemo?
Soetardjo Kartohadikoesoemo adalah gubernur pertama Jawa Barat setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia. Lahir di Desa Kunduran, Blora, Jawa Tengah, 22 Oktober 1890. Pendidikan yang ditempuh Soetardjo dimulai dengan memasuki Europeesche Lagere School (ELS setara SD).
Tamat ELS, Soetardjo melanjutkan ke Opleiding School voor Indlandsche Ambtenaren (OSVIA) Magelang. Ia tergabung dalam organisasi kebangsaan Boedi Oetomo cabang Magelang dan menjabat sebagai ketua pada 1909-1911.
Soetardjo mengawali karier sebagai birokrat saat menjadi hulpschriver (pembantu juru tulis) di Rembang pada 1911. Di Bogorejo, Blora, Soetardjo menjabat sebagai asisten wedana pada 1913. Saat itu, terjadi gerakan kepercayaan Samin pimpinan Surontiko yang menentang kekuasaan pemerintah.
Soetardjo berperan memadamkan gerakan Samin dengan pendekatan persuasif terhadap para penganutnya. Pada 1915, ia sudah menyandang jabatan jaksa di Rembang. Kinerja yang baik membawa Soetardjo ke Batavia untuk sekolah di Bestuurschool 1919-1921.
Di sana, dia memimpin redaksi kalawarta Oud Osviaan. Pada 1929, saat menjadi patih di Gresik, Soetardjo terlibat dalam pembentukan Perhimpunan Pegawai Bestuur Bumiputra (PPBB).
Soetardjo Kartohadikoesoemo terpilih sebagai wakil ketua sedangkan Bupati Bandung Raden Adipati Aria Wiranatakusuma V menjadi ketua. Dari PPBB, Soetardjo melenggang ke Volksraad. Pada 1931, Soetardjo bertolak ke Batavia.
Dia bertugas mewakili PPBB dan pemerintahan Jawa Timur. Dalam sidang pertama Volksraad, Soetardjo terpilih sebagai anggota College van Gedelegeerde Volksraad (Badan Pekerja Dewan Rakyat).
Selama di Volksraad, berbagai kebijakan sipil dicetuskan Soetardjo Kartohadikoesoemo. Prakarsanya terutama untuk hal-hal yang mendukung kesetaraan terhadap rakyat bumiputra.
Pada 1932, Soetardjo mendukung pengajuan petisi Husni Thamrin kepada pemerintah untuk menggunakan kata “orang Indonesia” mengganti kata “inlander” (pribumi) dalam tata hukum, badan-badan di bawahnya, dan dokumen-dokumen resmi pemerintah.
Pada Juli 1936, Soetardjo Kartohadikoesoemo merancang petisinya yang kemudian dikenal sebagai ”Petisi Soetardjo”.
Dalam petisinya, Soetardjo mengusulkan agar diselenggarakan konferensi yang dihadiri oleh wakil-wakil Belanda dan Hindia Belanda dengan kedudukan sejajar.
Tujuannya, membuat rencana berjangka sepuluh tahun untuk menyiapkan kemerdekaan Hindia Belanda, yang akan tetap berada dalam kesatuan dengan Kerajaan Belanda. Pada masa pendudukan Jepang, Soetardjo memimpin departemen dalam negeri atau Naimubu Sanyo Banten.
Soetardjo juga menjadi anggota badan perwakilan bentukan Jepang, Tjhoeo Sangi-in dan anggota Poetra (Pusat Tenaga Rakyat). Dalam rapat besar BPUPKI 11 Juli 1945, Soetardjo berbicara dan mengusulkan kalau wilayah Indonesia meliputi seluruh Hindia Belanda ditambah Malaya dan Papua.
Pada 6 September 1945, diumumkan bahwa sesuai dengan keputusan PPKI-KNIP, Jawa akan dibagi menjadi tiga provinsi: Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Masing-masing akan dipimpin seorang gubernur yang bekerja langsung di bawah kabinet. Salah satu dari provinsi Jawa, yakni Jawa Barat, ditunjuk Soetardjo Kartohadikoesoemo sebagai gubernur pertama.
Referensi: Kamus Sejarah Indonesia.