Siapa Sukarno?
Sukarno adalah proklamator kemerdekaan sekaligus presiden pertama Republik Indonesia. Sukarno mulai terlibat dalam aktivitas pergerakan nasional sedari usia yang masih belia.
Selepas tamat dari HBS, Sukarno melanjutkan studi di Technische Hoogeschool (THS) Bandung mengambil jurusanTeknik Sipil.
Bersama kawan-kawannya ia mendirikan Algemeene Studie Club yang digunakan sebagai wadahberdiskusi dan bertukar pikiran mengenai kondisi terkini bangsa Indonesia dan bahkan dunia.
Studie Club (ASC) yang ia dirikan dengan cepat meraih simpati banyak orang dan aktivitasnya semakin luas daripada sekedar diskusi.
Sukarno dan kawan-kawan mulai memikirkan perlunya dibentuk suatu organisasi yang lebih serius yang mengarah kepada gerakan politik. Kebutuhan didirikannya organisasi politik didasarkan atas pertimbangan keadaan sosial-politk Hindia pada saat itu.
Sedari awal abad ke-20, organisasi-organisasi modern bermunculan yang kemudian menginspirasi banyak orang untuk mendirikan organisasi serupa.
Dalam hal ini, Sukarno banyak terinspirasi oleh gerakan Indische Partij yang berpsrinsip menolak kerjasama (nonkooperatif) dengan pemerintah kolonial.
Prinsip nonkooperatif mulai dikenal di kalangan mahasiswa pada 1923 ketika organisasi Perhimpoenan Indonesia di negeri Belanda menyatakan manifesto politiknya.
Sukarno mengambil jalan nonkooperatif karena ia sadar bahwa rakyat Indonesia tak bisa selamanya terus menerus berada dalam kekuasaan kolonialisme. Gagasan Sukarno yang progresif mengenai pergerakan nasional banyak ia tulis dalam terbitan yang bernama ‘Indonesia Merdeka’.
Pembicaraan yang paling pokok dalam terbitan itu berkisar soal persatuan nasional, penolakan kerja sama dengan pemerintah kolonial, sosialisme, dan kemerdekaan Indonesia. Sukarno dan kawan-kawan akhirnya menerbitkan majalah bulanan sendiri yang diberi nama ‘Indonesia Moeda’.
Pada 4 Juli 1927, Sukarno dan kawan-kawannya mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI) sebagai perwujudan dari kebutuhan didirikannya sebuah organisasi politik. Pada 17 Desember 1927 dibentuk front persatuan sebagai federasi organisasi nasionalis bernama Permoefakatan Perhimoenan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI).
Perhimpunan ini terdiri dari semua organisasi nasionalis baik yang bercorak kooperatif maupun nonkooperatif. Pada 29 Desember 1929, hanya dua tahun setelah PNI berdiri, Sukarno dan beberapa pemimpin PNI lain ditangkap pemerintah dan diadili di landraad (pengadilan negeri) Bandung.
Di pengadilan inilah, ketika Sukarno diadili, ia membacakan pledoi (pidato pembelaan) yang kemudian sangat terkenal: Indonesie klaagt aan (Indonesia Menggugat). Sukarno kemudian dijatuhi hukuman empat tahun penjara pada 21 Desember 1930. Setahun kemudian, setelah mendapat grasi dari Gubernur Jenderal, Sukarno dibebaskan pada 31 Desember 1931.
Sukarno kemudian dijatuhi hukuman empat tahun penjara pada 21 Desember 1930. Setahun kemudian, setelah mendapat grasi dari Gubernur Jenderal, Sukarno dibebaskan pada 31 Desember 1931.
Pembebasan itu rupanya bersifat sementara saja bagi Sukarno. Akibat aktivitas politiknya yang dianggap oleh pemerintah kolonial makin membahayakan, ia ditangkap lagi pada 1 Agustus 1933. Bahkan kali ini tidak lewat jalur pengadilan.
Gubernur Jenderal, yang mempunyai wewenang exhorbitante rechten untuk mengasingkan seseorang, memerintahkan agar Sukarno dibuang untuk waktu yang tidak ditentukan; awalnya ke Ende di Pulau Flores, kemudian ke Bengkulu.
Delapan tahun setelah berada dalam pembuangan, Sukarno dibebaskan oleh tentara Jepang yang menduduki Indonesia pada 1942. Setelah dibebaskan, ia memilih jalur kooperatif bersama Jepang yang menjanjikan kemerdekaan Indonesia. Pada 17 Agustus 1945, Sukarno bersama Moh.
Hatta memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia sekaligus menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia yang pertama. Semasa menjabat sebagai presiden, ia menulis buku Di Bawah Bendera Revolusi yang mengisahkan dirinya memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.
Sukarno menjabat sebagai presiden Republik Indonesia hingga 1967, kemudia ia meninggal dunia pada 1970 dan dimakamkan di Blitar, Jawa Timur.
Referensi: Kamus Sejarah Indonesia.