Surga yang Menjadi Penjara: Kisah 107 Warga Bangladesh dalam Belenggu Perbudakan di Vanuatu

Surga yang Menjadi Penjara: Kisah 107 Warga Bangladesh dalam Belenggu Perbudakan di Vanuatu

Ilustrasi. [Canva]

Cekricek.id - Dibalik pesona surga tropis di pulau Pasifik, terselubung cerita perbudakan modern yang melibatkan 107 warga Bangladesh yang diperdaya dan diperbudak. Mengutip laporan Aljazeera, Mustafizur Shahin, seorang pengusaha dari Bangladesh, yang perjalanan mencari kehidupan lebih baiknya berubah menjadi mimpi buruk di sebuah pulau Pasifik, Vanuatu,.

Penawaran pekerjaan luar negeri yang tampaknya menggiurkan berubah menjadi jebakan perbudakan modern, di mana Shahin terpaksa bekerja tanpa upah, mengalami penganiayaan fisik dan hidup dalam ancaman konstan.

Shahin adalah salah satu dari lebih dari 100 laki-laki Bangladesh yang dibawa ke negara kecil Vanuatu antara 2017 dan 2018 sebagai bagian dari skema yang dijalankan oleh rekannya, Sekdah Somon, seorang pengedar yang berpose sebagai pemilik rantai butik fesyen internasional.

Kasus ini kemudian menjadi insiden trafik manusia dan perbudakan terdokumentasi terbesar di wilayah Pulau Pasifik.

Namun, bahkan setelah lima tahun kejadian ini terungkap, Vanuatu masih dikhawatirkan sebagai tujuan potensial untuk praktek illegal ini, menjadi tempat bagi orang-orang rentan yang mencari kehidupan yang lebih baik tetapi malah terjebak dalam perbudakan.

Ketika Shahin tiba di Vanuatu, paspornya cepat dirampas dan dia disekap di sebuah bungalow di tepi laut, terpaksa hidup dengan porsi nasi dan kol. Dia selalu hidup dalam ketakutan dan kekurangan makanan, dan satu-satunya kali dia mendapatkan daging, dia harus menyembelih seekor sapi hamil sendiri.

Pelaku utama, Somon dan beberapa rekannya, akhirnya divonis bersalah pada tahun 2022 atas beberapa tuduhan, termasuk perdagangan manusia, perbudakan, pencucian uang, dan ancaman membunuh. Somon saat ini sedang menjalani hukuman penjara selama 14 tahun di Vanuatu.

Pencarian Kebebasan Mustafizur Shahin

Melarikan diri dari cengkeraman para pelaku, Shahin dan dua korban lainnya berlari ke pantai dan mengikuti garis pantai sampai ke jalan terdekat, di mana Shahin akhirnya mendapatkan bantuan.

Dia kemudian menjadi saksi kunci dalam kasus ini, menceritakan bagaimana para pelaku menggunakan merek dan logo Mr. Price, peritel fesyen Afrika Selatan, sebagai kedok untuk operasi perbudakan mereka.

Vanuatu, terletak di Kepulauan Pasifik, terkenal sebagai tempat bersandar kapal pesiar mewah dan menjadi tujuan wisata populer. Namun, kasus ini menyoroti sisi gelap dari negara yang indah ini, mengungkap jaringan kriminal yang menyamar sebagai operasi rekrutmen legal, memanfaatkan celah hukum dan ketidakpedulian masyarakat terhadap indikator trafik manusia.

Investigasi mengungkap bahwa banyak korban, seperti Shahin, diberi harapan palsu tentang peluang kerja dan keuntungan di luar negeri oleh agen yang mengeksploitasi keinginan mereka untuk kehidupan yang lebih baik.

Para korban sering kali menghabiskan semua tabungan mereka dan mengambil hutang besar untuk membayar biaya rekrutmen dan perjalanan, hanya untuk mendapati diri mereka terjebak dalam lingkaran perbudakan dan eksploitasi.

Pertarungan Hukum dan Keadilan yang Ditunda

Meski Somon dan rekannya sudah divonis, perjuangan para korban belum berakhir. Pemerintah Vanuatu mengalami kesulitan untuk memberi makan dan memberikan akomodasi kepada 107 korban yang menjadi saksi kunci.

Proses pengadilan panjang dan alot, mengungkap kelemahan dalam hukum dan sistem keadilan Vanuatu yang belum siap untuk menghadapi kasus besar seperti ini.

Namun, setelah semua pengalaman pahit ini, Shahin tetap berharap dan berusaha untuk mendapatkan status pengungsi melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa dan tetap bermimpi untuk pindah ke tempat di mana ia bisa memberikan kehidupan yang lebih baik untuk keluarganya.

Saat ini, dia merasa lebih aman tinggal di Vanuatu bersama istri dan anak-anaknya, meskipun status imigrasinya masih belum jelas.

Kasus ini memperlihatkan bahwa perbudakan modern masih terjadi, bahkan di tempat-tempat yang paling tak terduga, dan mengingatkan kita untuk selalu waspada terhadap indikator trafik manusia dan eksploitasi manusia.

Shahin adalah simbol keberanian dan harapan, dan kisahnya menggugah kita untuk melawan eksploitasi dan perbudakan modern. Dengan meningkatkan kesadaran dan memahami indikator-indikatornya, kita bisa membantu mencegah praktek keji ini dan melindungi mereka yang rentan terhadap eksploitasi.

Baca Juga

Profil Livia Voigt, Miliarder Termuda di Dunia Berusia 19 Tahun dengan Kekayaan Rp17 Triliun
Livia Voigt, Miliarder Termuda di Dunia Berusia 19 Tahun dengan Kekayaan Rp17 Triliun
Adegan Tak Senonoh di Siaran Langsung Pertandingan Bola Voli Taiwan Picu Kemarahan Netizen
Adegan Tak Senonoh di Siaran Langsung Pertandingan Bola Voli Taiwan Picu Kemarahan Netizen
Gigitan Tikus Toilet Berujung Infeksi Parah, Pria Kanada Ini Hampir Meregang Nyawa
Gigitan Tikus Toilet Berujung Infeksi Parah, Pria Kanada Ini Hampir Meregang Nyawa
Benda Misterius Jatuh dari Langit, Hantam Rumah Warga Florida
Benda Misterius Jatuh dari Langit, Hantam Rumah Warga Florida
Remaja Vietnam Tewas Akibat Flu Burung H5N1, Waspada Penularan
Remaja Vietnam Tewas Akibat Flu Burung H5N1, Waspada Penularan
Pemburu Harta Karun Inggris Temukan Bongkahan Emas Terbesar
Pemburu Harta Karun Inggris Temukan Bongkahan Emas Terbesar