Telusuri perjalanan Wahid Hasjim, tokoh pendidikan Islam dan anggota penting BPUPKI serta PPKI, yang berdedikasi untuk pembaharuan pendidikan dan perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Siapa Wahid Hasjim?
Dibalik sejarah kemerdekaan Indonesia, terdapat nama-nama yang mungkin kurang dikenal namun memiliki peran penting. Salah satunya adalah Wahid Hasjim. Lahir di Jombang, 1 Juni 1914, Wachid adalah anak dari K. H. Hasyim Asy’ari, tokoh besar Pondok Pesantren Tebuireng.
Dengan bekal ilmu dari pesantren di Jawa Timur hingga Timur Tengah, Wachid membawa angin segar pemikiran Islam modern ke Tebuireng.
Tidak hanya itu, Wahid Hasjim memperkenalkan inovasi dalam sistem pendidikan di pesantren dengan mengintegrasikan ilmu pengetahuan umum. Ia mendorong santri untuk lebih aktif membaca dan berorganisasi.
Sebagai bentuk dedikasinya pada pendidikan, ia mendirikan Madrasah Nizamiyah. Uniknya, madrasah ini mengajarkan pelajaran dalam tiga bahasa: Arab, Inggris, dan Belanda. Dengan 29 siswa awal, madrasah ini berdiri di serambi Masjid Tebuireng.
Kiprah Wahid Hasjim tidak berhenti di dunia pendidikan. Di usia muda, 25 tahun, ia sudah memimpin Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI). Melalui platform ini, ia berjuang untuk hak-hak guru agama yang dibatasi oleh Guru Ordonantie 1925.
Sebagai wakil Nahdlatul Ulama, Wachid juga berperan aktif dalam BPUPKI dan PPKI. Keterlibatannya dalam Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) menunjukkan dedikasinya yang mendalam untuk Indonesia.
Pada era pemerintahan Sukarno, Wahid Hasjim diberi kepercayaan untuk menjabat sebagai Menteri Negara Urusan Agama Indonesia dan kemudian Menteri Agama Indonesia antara tahun 1949-1952.
Namun, nasib tragis menimpanya. Di usia 38 tahun, Wahid Hasjim menghembuskan nafas terakhir akibat kecelakaan di Cimahi, 19 April 1953.
Referensi: Kamus Sejarah Indonesia.