Kenaikan muka air laut dapat mengancam komunitas pesisir dengan banjir ekstrem tahunan di akhir abad ini, bahkan di bawah skenario emisi karbon moderat.
Cekricek.id - Banjir yang kejadiannya jarang, seperti yang hanya terjadi sekali dalam seabad, kini menjadi ancaman tahunan bagi komunitas pesisir akibat kenaikan muka air laut. Menurut penelitian terbaru dimuat Earth’s Future, sang peneliti Georgios Boumis, mengatakan, sebagian besar komunitas pesisir akan menghadapi banjir ekstrem setiap tahun pada akhir abad ini, bahkan jika emisi karbon dioksida mencapai puncaknya pada 2040.
Penelitian yang berjudul Coevolution of Extreme Sea Levels and Sea-Level Rise Under Global Warming, itu menyebutkan, banjir 100 tahun, meskipun namanya, bisa terjadi berulang kali dalam beberapa tahun berturut-turut atau bahkan tidak sama sekali dalam seabad.
Namun, tren historis ini tampaknya tidak lagi relevan untuk memprediksi banjir di masa depan. "Ambang batas yang kita harapkan hanya akan terlampaui sekali setiap seratus tahun kini akan lebih sering terjadi di iklim yang lebih hangat," ujar Hamed Moftakhari, seorang insinyur sipil dari University of Alabama yang memimpin penelitian ini.
Ancaman Kenaikan Muka Air Laut
Banjir ekstrem di pesisir seringkali disebabkan oleh air yang didorong ke daratan oleh badai, pasang surut, dan gelombang. Namun, penelitian ini lebih fokus pada dampak jangka panjang dari kenaikan muka air laut. Dengan meningkatnya muka air laut, infrastruktur pesisir akan semakin dekat dengan air, meningkatkan risiko dampak badai dan gelombang.
Dengan menggunakan data dari lebih dari 300 alat pengukur pasang surut di seluruh dunia, peneliti memperkirakan tingkat laut ekstrem di masa depan berdasarkan dua skenario emisi karbon. Hasilnya, kenaikan muka air laut akan meningkatkan kejadian banjir 100 tahun di hampir semua lokasi yang diteliti.
Moftakhari menekankan pentingnya pendekatan proaktif dalam perencanaan lahan, pembangunan perkotaan, dan langkah-langkah perlindungan pesisir untuk mengurangi risiko banjir.
Tantangan dalam Memprediksi Pola Banjir
Para insinyur yang merancang struktur pelindung seperti tanggul laut dan tembok laut bergantung pada konsep stasioneritas untuk memprediksi tingkat air di masa depan. Namun, banyak faktor akibat perubahan iklim yang mengubah pola ini. "Kita tidak bisa lagi berasumsi stasioner dalam banjir pesisir," kata Moftakhari.
Dengan perubahan iklim, suhu laut yang lebih hangat dan air lelehan dari gletser menyebabkan kenaikan muka air laut, meningkatkan frekuensi dan keparahan banjir pesisir. Oleh karena itu, diperlukan estimasi risiko banjir masa depan yang akurat.
Solusi Lokal untuk Tantangan yang Beragam
Lebih dari 600 juta orang tinggal di daerah pesisir rendah. Meskipun muka air laut rata-rata meningkat, dampaknya berbeda di berbagai tempat. Moftakhari menekankan bahwa komunitas pesisir memerlukan solusi khusus berdasarkan informasi lokal.
Namun, Moftakhari tetap optimis, mengingatkan bahwa bencana adalah hasil dari keputusan manusia, bukan hanya ancaman alam semata. "Jangan lupa bahwa ini semua tentang tingkat air yang kita harapkan tanpa langkah mitigasi," katanya. "Akan ada kemajuan teknologi yang dapat meningkatkan ketahanan komunitas."