Cekricek.id - Sebuah temuan arkeologi di Peru mengubah pandangan kita tentang peran gender pada masa prasejarah, khususnya dalam aktivitas berburu besar. Bukan hanya pria, wanita pun terlibat secara aktif dan berperan penting dalam berburu hewan besar. Temuan ini membantah asumsi lama yang selama ini dipegang teguh, bahwa pria berburu sementara wanita mengumpulkan hasil alam.
Man the Hunter, narasi yang telah lama beredar, digagas oleh antropolog pada awal abad ke-20 berdasarkan imajinasi dan sejumlah fosil terbatas.
Mereka menganggap berburu, yang dilakukan oleh pria, sebagai faktor utama evolusi manusia, membentuk leluhur kita untuk berjalan tegak, memiliki otak besar, menguasai alat, dan memiliki insting agresif.
Berburu juga dianggap melahirkan konsep keluarga inti, di mana wanita menunggu di rumah sementara pria berburu.
Sebagai seorang antropolog yang mengkaji masyarakat pemburu dan pengumpul, saya peneliti terkesan dengan penemuan rangka wanita yang dimakamkan bersama perlengkapan berburu.
Hal ini membuka pertanyaan penting mengenai peran gender di masa lalu. Sayangnya, banyak laporan media yang tidak akurat mengenai temuan ini.
Jurnalis Annalee Newitz memberikan tanggapan yang menarik, “Man the Hunter, konsep bahwa pria dan wanita pada masyarakat kuno memiliki peran yang jelas terdefinisi, kini mungkin mulai runtuh.”
Temuan ini mendukung data riil yang dihadirkan pada simposium “Man the Hunter” tahun 1966, di mana ditemukan bahwa wanita bekerja sekeras pria dan hasil pengumpulan mereka sangat penting dalam diet masyarakat pemburu dan pengumpul.
Selain itu, banyak masyarakat pemburu dan pengumpul yang ternyata hidup damai dan egaliter. Oleh karena itu, berburu bukanlah satu-satunya faktor yang mendorong evolusi manusia.
Meski penelitian lebih lanjut menunjukkan pembagian kerja sederhana di antara masyarakat pemburu dan pengumpul, di mana pria lebih banyak berburu dan wanita lebih banyak mengumpulkan, tetapi tidak bisa disamakan dengan mitos Man the Hunter.
Pandangan terbaru mengenai peran gender lebih fleksibel dan luas, mengakui bahwa wanita memiliki kapabilitas berburu.
Keterbatasan dalam hal pengasuhan anak dan pilihan risiko menjadi faktor penting dalam menentukan peran wanita dalam berburu.
Namun, wanita memiliki peran krusial dalam mendukung keberhasilan berburu, baik secara logistik maupun ritual. Di beberapa masyarakat, wanita bahkan terlibat langsung dalam berburu.
Penelitian pada masyarakat Batek di hutan hujan Malaysia menunjukkan bahwa pembagian kerja tidak selalu berkaitan dengan status sosial.
Masyarakat ini dianggap sebagai salah satu masyarakat paling egaliter di dunia, di mana setiap individu memberikan kontribusi unik dan penting.