Konferensi Meja Bundar (KMB)

Kamus Sejarah Indonesia -

Ilustrasi: Kamus Sejarah Indonesia. [Creator Cekricek.id]

Apa Itu Konferensi Meja Bundar (KMB)?

Konferensi Meja Bundar (KMB) adalah salah satu dari empat perundingan tingkat tinggi yang dilaksanakan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Belanda.

Perundingan ini didasari oleh kondisi tidak menentu tentang posisi Indonesia di mata Belanda pasca kemerdekaan Indonesia.

Kondisi ini diawali sejak masa kapitulasi Kalijati ketika posisi pemimpin sipil di Hindia Belanda menjadi pertanyaan antara Jepang atau Belanda.

Dalam menghadapi hal yang demikian ini, Kerajaan Belanda menganggap bahwa kedaulatan sipil masih berada di tangan pemerintah Hindia Belanda.

Hal ini membuat kekuasaan sipil pergi bersama Tjarda van Starkenborgh-Stachouwer ke pengasingan di Taiwan atau kemudian dialihkan ke Dr. H. J. van Mook di pengasingan Australia.

Dengan demikian dibuatlah persiapan untuk mengambil kembali Hindia Belanda pasca kekalahan Jepang yang menyebabkan banyak terjadi konflik fisik karena Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaannya.

Pemerintah Indonesia yang baru terbentuk segera menempuh jalur diplomatik untuk meredam konflik.

Kontak diplomatik yang dimotori oleh Sjahrir berhasil menghasilkan perundingan pada 10 Februari 1946.

Perundingan tersebut diwakili oleh Sir Archibald Clark Kerr dari pihak Inggris dan Jendral Dr. H. J. Van Mook dari pihak Belanda.

Dalam perundingan tersebut disampaikan nota politik dari pemerintah Kerajaan Belanda berdasar enam pasal yang merupakan pidato Ratu Wilhelmina pada 7 Desember 1942.

Kontak diplomatik yang pada intinya membahas kedaulatan serta bentuk negara Indonesia tidak membuahkan hasil.

Kegagalan tersebut membawa perundingan diteruskan hingga diselenggarakan di Linggarjati pada 10 November 1946.

Perundingan Linggarjati yang pada intinya mengakui sebagian wilayah Republik Indonesia ini tidak pula memuaskan Belanda dan juga Indonesia.

Belanda lebih-lebih menempuh jalur militer untuk melakukan “aksi polisionil” terhadap Republik Indonesia yang dianggap sebagai pemberontak.

Agresi Militer I Belanda dipenuhi dengan berbagai pertempuran di beberapa titik yang menjadi bagian dari Republik Indonesia.

Singkatnya, gencatan senjata kemudian dimungkinkan dengan adanya perundingan Renville yang lagi-lagi mengkerdilkan posisi pemerintahan Republik Indonesia.

Agresi Militer Kerajaan Belanda pada Republik Indonesia kemudian mendapatkan sorotan dunia internasional sehingga dukungan moril mengalir deras pada Republik Indonesia.

Komisi Tiga Negara (KTN) kemudian dibentuk dan diharapkan dunia dapat menjadi penengah dengan posisi yang dianggap netral.

Pada 5 November 1947 pemerintah segera membentuk Panitia Istimewa atau Komisi Teknis sebagai jawaban dari Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa atas himbauannya untuk mengadakan perundingan langsung atau dengan perantara Komisi Tiga Negara.

Perundingan berhasil dilaksanakan didalam kapal Renville yakni kapal Amerika Serikat yang berlabuh di Tanjung Priok dengan disaksikan oleh Komisi Tiga Negara. Seperti pada perundingan sebelumnya, perundingan Renville ini menemui jalan buntu sehingga menimbulkan ketegangan kembali.

Setelah perundingan ini pun masih menemui jalan buntu, Belanda kembali menggempur Republik Indonesia dengan kekuatan militer yang dikenal dengan Agresi Militer II Belanda.

Langkah diplomatik kemudian dibuka kembali dengan dilaksanakannya perundingan antara Mr. Moh. Roem sebagai delegasi Indonesia dan Dr. van Roijen sebagai delegasi dari Belanda.

Perundingan tersebut membawa Indonesia semakin dekat atas pengakuan kedaulatannya karena akan dibahas dalam Konferensi Meja Bundar di Den Haag. Konferensi Meja Bundar dilaksanakan di Den Haag, Belanda sejak 23 Agustus hingga 2 November 1949 dan menghasilkan Soevereiniteitsoverdracht atau Pengakuan (dari sisi Belanda: penyerahan) Kedaulatan terhadap keseluruhan Republik Indonesia kecuali masalah Irian Barat (Papua Barat) pada 27 Desember 1949.

Perundingan dilaksanakan antara Republik Indonesia, Kerajaan Belanda, BFO dan kekuatan penengah seperti PBB dan KTN.

Konferensi ini sejatinya menghasilkan sebuah rancangan penyerahan kedaulatan yang isinya adalah:

  1. Keradjaan Nederland menjerahkan kedaulatan atas Indonesia jang sepenuhnja kepada Republik Indonesia Serikat dengan tidak bersjarat lagi dan tidak dapat ditjabut, dan karena itu mengakui Republik Indonesia Serikat sebagai Negara yang merdeka dan berdaulat.
  2. Republik Indonesia Serikat menerima kedaulatan itu atas dasar ketentuan-ketentuan pada Konstitusinja, rantjangan konstitusi telah dipermaklumkan kepada Keradjaan Nederland.
  3. Kedaulatan akan diserahkan selambat-lambatnja pada tanggal 30 Desember 1949.

Wakil Indonesia yang hadir dalam perundingan itu antara lain adalah Moh. Hatta.

Referensi: Kamus Sejarah Indonesia.

Baca Juga

Mengungkap Kejayaan Kerajaan Melayu Kuno dari Jambi hingga Dharmasraya
Mengungkap Kejayaan Kerajaan Melayu Kuno dari Jambi hingga Dharmasraya
Eksistensi Trowulan: Menyingkap Kejayaan Majapahit di Era Rajasanagara
Eksistensi Trowulan: Menyingkap Kejayaan Majapahit di Era Rajasanagara
Terungkap! Manusia Purba Menghuni Dataran Tinggi Persia Selama 20.000 Tahun
Terungkap! Manusia Purba Menghuni Dataran Tinggi Persia Selama 20.000 Tahun
Kisah Pengorbanan Ritual Bangsa Maya saat Gerhana Matahari
Kisah Pengorbanan, Ritual Bangsa Maya saat Gerhana Matahari
Sisa-sisa Desa Kuno "Pompeii Inggris" Ungkap Rahasia Kehidupan Zaman Perunggu
Sisa-sisa Desa Kuno "Pompeii Inggris" Ungkap Rahasia Kehidupan Zaman Perunggu
Naskah Kuno Aztec Ungkap Sejarah Tenochtitlan dan Penaklukan Spanyol
Naskah Kuno Aztec Ungkap Sejarah Tenochtitlan dan Penaklukan Spanyol