Cekricek.id - Penambangan Bitcoin, sebuah kegiatan yang semakin menunjukkan dampaknya terhadap krisis air global, menarik perhatian para ahli. Pemakaian air yang signifikan dalam aktivitas ini, terutama di wilayah yang rawan kekeringan, menimbulkan kekhawatiran mendalam.
Alex de Vries, seorang ekonom keuangan, mengungkapkan dalam tulisannya di jurnal Cell Reports Sustainability, bahwa penambangan Bitcoin bukan hanya mengonsumsi energi listrik dalam jumlah besar, tetapi juga memakan sumber air yang tidak kalah signifikan.
Dalam tinjauannya, de Vries mengindikasikan bahwa penambangan Bitcoin berpotensi mengintensifkan krisis air yang sudah ada. Data yang dikumpulkannya menunjukkan bahwa kegiatan ini menghabiskan antara 8.6 hingga 35.1 gigaliter air setiap tahunnya di Amerika Serikat.
Hal ini terkait dengan kebutuhan pendinginan komputer di pusat data yang besar dan juga penggunaan air di pembangkit listrik yang berbasis batu bara dan gas untuk menghasilkan listrik yang dibutuhkan.
Lebih jauh, de Vries memperingatkan bahwa setiap transaksi Bitcoin rata-rata menggunakan sekitar 16.000 liter air, jumlah yang cukup untuk mengisi sebuah kolam renang kecil. Jumlah ini berpotensi meningkat hingga 2.300 gigaliter pada tahun 2023.
Di Amerika Serikat sendiri, konsumsi air untuk penambangan Bitcoin diperkirakan mencapai 93 hingga 120 gigaliter setiap tahun, setara dengan konsumsi air rata-rata 300.000 rumah tangga di AS atau sebuah kota besar seperti Washington, D.C.
De Vries menekankan bahwa kegiatan ini tidak hanya mengkonsumsi sumber daya dalam jumlah besar, tetapi juga berpotensi memperburuk kondisi di negara-negara yang sudah mengalami krisis air, seperti di Asia Tengah.
Kazakhstan, sebagai salah satu pusat penambangan cryptocurrency global, mencatat konsumsi air sebesar 997.9 gigaliter pada tahun 2021 karena aktivitas penambangan Bitcoin. Situasi ini menambah beban pada negara yang telah berjuang menghadapi krisis air.
Solusi yang diusulkan de Vries meliputi modifikasi perangkat lunak penambangan Bitcoin untuk mengurangi kebutuhan daya dan air. Penggunaan sumber energi terbarukan yang tidak melibatkan air, seperti angin dan surya, juga bisa menjadi alternatif. Namun, ini menimbulkan dilema: apakah layak menggunakan energi terbarukan untuk penambangan cryptocurrency?
Di banyak negara, termasuk AS, ketersediaan energi terbarukan masih terbatas. Jika sumber energi ini dialihkan ke penambangan crypto, maka sumber energi lain harus menggunakan bahan bakar fosil.
Artikel ini mendorong pembaca untuk mempertimbangkan dampak lingkungan dari teknologi yang sering dianggap sebagai masa depan keuangan digital ini. Dengan pertumbuhan yang cepat dan dampak yang signifikan, waktunya telah tiba untuk memikirkan solusi berkelanjutan dalam dunia cryptocurrency.