K.H. Abdul Ghofur

K.H. Abdul Ghofur adalah pendiri Pondok Pesantren Sunan Drajat. Masa kecil K.H. Abdul Ghofur dilalui dengan perjuangan. Beliau bukanlah termasuk dari keturunan keluarga kaya, tetapi kemauan dan kerja keras beliau untuk mendalami ilmu keagamaan.

K.H. Abdul Ghofur. [Foto: Istimewa]

Siapa K.H. Abdul Ghofur?

K.H. Abdul Ghofur adalah pendiri Pondok Pesantren Sunan Drajat. Masa kecil K.H. Abdul Ghofur dilalui dengan perjuangan. Beliau bukanlah termasuk dari keturunan keluarga kaya, tetapi kemauan dan kerja keras beliau untuk mendalami ilmu keagamaan.

Pendidikan tingkat kanak-kanak (TK) di TK Tarbiyatut Tholabah Kranji selama 2 tahun, dilanjutkan Sekolah Dasar (SD) di Kranji pada waktu pagi hari, dan sorenya Di MI Kranji.

Setelah tamat SD dan MI beliau melanjutkan ke jenjang Madrasah Tsanawiyah Di pondok Tarbiyatut Tholabah yang diasuh oleh K.H. Baqir Adlan.

Setelah lulus, melanjutkan ke Madrasah Aliyah Denayar Jombang. Setelah lulus SMA, beliau nyantri di pondok Keramat dan Sidogiri pada (1965-1969). Kemudian beliau mendalami Ilmu Alat (ilmu Nahwu Shorof) dan kajian fiqih di Pondok Sarang Jawa Tengah yang diasuh oleh K.H. Zuber selama satu tahun.

Beliau juga pernah nyantri (mondok) di Pesantren Lirboyo Kediri, Pondok Tretek (K.H. Ma’ruf Zuwaeni) dan Pesantren Roudlotul Qur’an (K.H. Asy’ari) Kediri (1970-1975).

Di beberapa Pesantren yang berada di Kediri inilah beliau mempelajari ilmu pengobatan dan ilmu bela diri. Setelah dari nyantri (mondok) di berbagai pesantren, beliau pulang dan mulai mengajar di Madrasah Aliyah Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah Kranji.

Selain menjadi pengajar ilmu agama, aktif dalam kegiatan kemasyarakatan dan keagamaan. Beliau juga menekuni dunia politik, budaya, program perbaikan lingkungan baik darat dan laut, dan juga ikut andil dalam pemberdayaan perekonomian kerakyatan terutama pada peningkatan hidup kaum petani, buruh dan nelayan.

Cita-cita beliau yang paling berat adalah “mendirikan kembali pondok pesantren Sunan Drajat yang sudah lama terkubur.” Dengan berbagai halangan, hinaan, serta rintangan dari masyarakat, ia tetap bertekad mendirikan Pesantren Sunan Drajat.

Dengan melalui pendekatan seni, putra H. Marthokan ini mengajak masyarakat agar mau kembali menegakkan syari’at Islam. Lebih-lebih dari kalangan pemuda, beliau mendirikan club sepak bola, group musik, serta perguruan ilmu bela diri yang dibeli nama GASPI (Gabungan Silat Pemuda Islam).

Disinilah beliau mulai menanamkan kembali ajaran-ajaran Islam pada kaum muda. Di sela-sela mengajar ilmu bela diri beliau memberikan pengajian dan pengarahan pada murid-muridnya. Setiap selesai latihan bela diri, para murid diajak untuk mengambil pasir dari laut untuk membangun kembali Pondok Pesantren Sunan Drajat.

Pondok Pesantren Sunan Drajat Berdiri kembali pada 1977. Untuk menopang perekonomian pondok pesantren, ia mendirikan berbagai usaha di lingkungan pesantren. Antara lain: juice “Mengkudu Sunan”, perkebunan mengkudu, industri pupuk, pembuatan air minum mineral “Aidrat”, perternakan sapi, pembudidayaan ikan lele, usaha pengrajin kayu, pembutan madu asma “Tawon Bunga”, pembuatan minyak kayu putih, usaha bordir dan konveksi kain dan masih banyak usaha- usaha lainnya.

Beliau juga mendirikan Radio Persada FM 97,20 MHz yang diresmikan oleh Presiden Hj. Megawati pada 2002. Pada 12 Juni 2006, K.H. Abdul Ghofur menjadi tamu kehormatan di Istana Negara untuk menerima “Piala Kalpataru” sebagai pembina lingkungan terbaik, yang langsung diberi penghargaan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Berkat jasa beliau memelopori dalam penghutanan lahan kritis dengan tanaman mengkudu. Dalam pidato penyambutan “Bpk. Presiden terkesan dengan usaha K.H. Abdul Ghofur yang notabenenya sebagai kiai adalah mengurusi pondok pesantren tetapi berbeda dengan kiai yang satu ini bisa memelopori melestarikan lingkungan.

Buktinya, di empat kecamatan di Lamongan, hijau dengan tanaman mengkudu, yaitu di Kecamatan Mantup, Paciran, Ngimbang, dan Sugio. Di sela-sela kesibukannya, menyempatkan mengajar para santrinya untuk melestarikan tradisi pesantren dan ajaran Wali Songo.

Setiap pagi hari beliau mengajar Kitab Ihya’ulumuddin karangan Imam Ghozali dan Kitab Syamsul Ma’arif, yang dikhususkan untuk santri yang sudah tamat tingkatan MA/SMA.

Pengajian setiap pagi ini bisa didengarkan langsung di Radio Persada, atau lewat streeming. Sedangkan untuk pengajian santri yang bersifat umum dilaksanakan pada setiap jum’at pagi.

Referensi: Kamus Sejarah Indonesia.

Baca Juga

Sumpah Terlarang dan Akhir Dinasti Kerajaan Koto Besar Takluk oleh Belanda
Sumpah Terlarang dan Akhir Dinasti Kerajaan Koto Besar Takluk oleh Belanda
Dari Tragedi Karbala ke Pantai Pariaman: Perjalanan Spiritual Tradisi Tabuik
Dari Tragedi Karbala ke Pantai Pariaman: Perjalanan Spiritual Tradisi Tabuik
Siak Lengih dan Masjid Keramat: Warisan Spiritual yang Mengubah Wajah Kerinci
Siak Lengih dan Masjid Keramat: Warisan Spiritual yang Mengubah Wajah Kerinci
Jejak Imperium Terlupakan: Kisah Kerajaan Melayu yang Menguasai Nusantara Selama 9 Abad
Jejak Imperium Terlupakan: Kisah Kerajaan Melayu yang Menguasai Nusantara Selama 9 Abad
Penelitian DNA Membuktikan Kekerabatan Suku Sakai dengan Minangkabau Pagaruyung
Penelitian DNA Membuktikan Kekerabatan Suku Sakai dengan Minangkabau Pagaruyung
Ketika Islam Menulis Ulang Sejarah Minangkabau: Jejak Spiritual dalam Tambo Kuno
Ketika Islam Menulis Ulang Sejarah Minangkabau: Jejak Spiritual dalam Tambo Kuno