Cekricek.id - Dalam sebuah penelitian terbaru yang menggali ke dalam arsip sejarah Mesir kuno, papirus kuno Mesir telah memberikan wawasan baru mengenai keberagaman ular berbisa yang pernah hidup di tanah para Firaun.
Dokumen bersejarah ini, dikenal sebagai Papirus Brooklyn, mencatat berbagai jenis ular yang dikenal pada masa itu, efek dari gigitan mereka, serta metode pengobatan yang digunakan. Dari 37 spesies yang tercatat, 13 di antaranya telah hilang deskripsinya, meninggalkan misteri dan spekulasi di kalangan para peneliti.
Artikel ini akan membawa Anda dalam perjalanan menelusuri temuan-temuan menarik dari penelitian ini, mengungkap bagaimana kondisi iklim kuno Mesir mendukung kehidupan berbagai spesies ular berbisa, dan bagaimana perubahan lingkungan sejak itu telah mengubah lanskap herpetologi di wilayah tersebut.
Papirus Brooklyn, yang berasal dari sekitar tahun 660-330 SM, mungkin merupakan salinan dari dokumen yang jauh lebih tua. Di dalamnya, terdapat catatan tentang "ular besar Apophis", sebuah spesies yang dijelaskan memiliki empat taring, fitur yang sangat langka bahkan untuk ular masa kini. Ular ini dikaitkan dengan dewa Apophis, yang digambarkan sebagai ular dan dikatakan dapat menyebabkan kematian secara cepat.
Penelitian ini menggunakan model statistik yang dikenal sebagai pemodelan ceruk iklim untuk mengeksplorasi bagaimana rentang geografis berbagai ular Afrika dan Levant (Mediterranea timur) telah berubah sepanjang waktu. Hasilnya menunjukkan bahwa iklim Mesir kuno yang lebih lembab mendukung kehidupan banyak spesies ular yang tidak lagi ditemukan di sana hari ini.
Dari sepuluh spesies yang diteliti, sembilan di antaranya kemungkinan besar pernah hidup di Mesir kuno. Beberapa di antaranya mungkin mendiami bagian selatan dan tenggara negara tersebut, yang kini menjadi bagian dari Sudan utara dan pantai Laut Merah, sementara yang lain mungkin hidup di lembah Nil yang subur atau sepanjang pantai utara.
Salah satu entri Papirus Brooklyn menggambarkan ular dengan pola seperti burung puyuh yang "mendesis seperti beliung pandai besi".
Ular ini mungkin adalah puff adder (Bitis arietans), yang saat ini hanya ditemukan di selatan Khartoum di Sudan dan di Eritrea utara. Model iklim menunjukkan bahwa jangkauan spesies ini mungkin pernah meluas jauh lebih ke utara.
Perubahan iklim dan penggurunan yang dimulai sekitar 4.200 tahun yang lalu, bersama dengan pertanian dan irigasi di lembah Nil dan sepanjang pantai, mungkin telah memperlambat pengeringan dan memungkinkan banyak spesies bertahan hingga masa sejarah.
Ini mengimplikasikan bahwa banyak ular berbisa yang kita kenal dari tempat lain mungkin telah ada di Mesir pada masa Firaun.
Penelitian ini menunjukkan betapa pentingnya menggabungkan teks kuno dengan teknologi modern untuk memahami bagaimana ekosistem leluhur kita berubah sebagai akibat dari perubahan lingkungan, dan bagaimana interaksi mereka dengan satwa liar di sekitar mereka berdampak pada kehidupan mereka.