Perhimpunan Indonesia, Rumah Para Pemikir Kemerdekaan Indonesia di Belanda

Deretan anggota Perhimpunan Indonesia. [Foto: Istimewa]

Deretan anggota Perhimpunan Indonesia. [Foto: Istimewa]

Perhimpunan Indonesia merupakan salah satu organisasi yang didirikan oleh para pelajar Indonesia di Belanda pada tahun 1908. Perhimpunan ini beranggotakan pemuda Indonesia yang tengah mengenyam pendidikan pada beberapa universitas dan sekolah di negeri Belanda. Namun secara tidak langsung, kehadiran mereka telah menjadi wujud implementasi dari kebijakan Politik Etis (balas budi) pemerintahan Kolonial Hindia Belanda pada saat itu.

Hadirnya Politik Etis bermula dari munculnya banyak kritikan dan kecaman terhadap pelaksanaan tanam paksa (Cultuurstelsel) di Indonesia pada tahun 1830. Sehingga beberapa aktivis dari Belanda seperti Pieter Brooshooft dan C. Th. van Deventer memprakarsai gagasan Politik Etis sebagai bentuk balas budi kepada rakyat Indonesia. Kemudian barulah pada tanggal 17 September tahun 1901, gagasan tersebut diterima dan resmi diberlakukan oleh pemerintah Kolonial Hindia Belanda.

Diterapkannya Politik Etis serta merta telah membawa pengaruh yang siginifikan terhadap bentuk pergerakan perjuangan bangsa Indonesia pada awal abad ke-20. Hal ini dikarenakan kebijakan Politik Etis turut memicu lahirnya berbagai macam organisasi pergerakan perlawanan. Baik itu organisasi atau perhimpunan dalam skala kedaerahan maupun nasional dan salah satunya di antaranya adalah Perhimpunan Indonesia.

Awal Terbentuknya Perhimpunan Indonesia

Menurut Sudiyo dalam bukunya yang berjudul Perhimpunan Indonesia (2004;25-26), awalnya Perhimpunan Indonesia tersebut bernama Indische Vereeniging (Perhimpunan Hindia). Diprakarsai oleh beberapa orang, antara lain; Sasrokartono, Hussein Djajadiningrat, Noto Soeroto, Notodiningrat, Sumitro Kolopaking, Sutan Casyangan Soripada dan dr. Apituley. Kemudian beberapa kali berganti nama menjadi Indonesische Vereeniging (Perhimpunan Indonesia) tahun 1922 dan Perhimpunan Indonesia pada tahun 1925.

Mula dibentuknya Perhimpunan Indonesia bertujuan untuk menaungi para pelajar Indonesia yang berada di negeri Belanda.

Secara hubungan dan haluan organisasi Perhimpunan Indonesia ketika itu masih hanya dalam lingkup sosial-budaya dan belum tersentuh pandangan politik sama sekali. Sampai setelah kedatangan beberapa tokoh Indische Partij atau yang dikenal sebagai “Tiga Serangkai” menggeser arah haluan politik Perhimpunan Indonesia dan menjadikannya sebagai salah satu organisasi pergerakan nasional Indonesia.

Kedatangan “Tiga Serangkai” ke Belanda

Pada bulan Oktober tahun 1913, atas dasar Exorbitante Rechten yang juga dikenal dengan hak istimewa Gubernur Jendral Hindia Belanda untuk melakukan penangkapan dan pembuangan terhadap seseorang dan sekelompok orang.

Tokoh Indische Partij, “Tiga Serangkai” yang terdiri dari Ernest Douwes Dekker, Soewardi Soerjaningrat (Ki Hajar Dewantara) dan Tjipto Mangoenkoesoemo dijatuhkan hukuman pembuangan ke Belanda.

Pembuangan itu terjadi karena mereka dianggap sebagai tokoh yang dapat mengganggu keamanan dan sangat membahayakan bagi pemerintah kolonial.

Kedatangan ketiga tokoh tersebut berpengaruh kuat terhadap pemikiran para pelajar Indonesia yang ada di negeri Belanda. Pemikiran untuk bergerak dalam bidang politik pun mulai dirintis dengan diiringi rasa nasionalisme.

Tujuan organisasi Perhimpoenan Indonesia tidak lagi hanya berbicara untuk kepentingan menuntut ilmu, akan tetapi telah jauh mengarah pada bagaimana mengupayakan terbentuknya nasional Indonesia.

Salah satu yang menjadi pendorong munculnya semangat nasionalisme dan anti penjajahan bagi para pelajar adalah tulisan Soewardi Soerjaningrat (Ki Hajar Dewantara). Tulisannya yang berjudul Als ik een Nederlander was atau Seandainya Aku Seorang Belanda yang turut mengakibatkan dirinya ditangkap dan dibuang ke Belanda.

Memberikan kesan kepada para pelajar dan mahasiswa Indonesia, bahwa ternyata ada jurang pemisah antara orang-orang Indonesia sebagai bangsa yang dijajah dengan penjajah Belanda.

Semenjak saat itu para pelajar Indonesia di negeri Belanda mulai meletakkan fokus perhatiannya terhadap permasalahan yang terjadi di Indonesia. Walapun disisi lain pihak Belanda tetap berusaha keras melarang pelajar Indonesia terlibat berfikir politik.

Tetapi adanya proses kesadaran nasional yang berjalan dengan baik, tetap membuat para pelajar di negeri Belanda sibuk mempelajari teori-teori nasionalisme dan mengaitkannya dengan kondisi yang ada di Indonesia.

Untuk itu segala bentuk yang berkaitan dengan penjajahan, terkhusus juga pada penamaan menjadi perhatian mereka.

Selain mengganti nama organisasi menjadi Perhimpunan Indonesia pada tahun 1925, penamaan bagi majalah Hindia Poetra turut diganti menjadi Indonesia Merdeka. Serta penolakan penyebutan inlander bagi para pelajar Indonesia yang ada di Belanda diganti menjadi para bumi putera.

Pada masa ini tujuan Himpunan Indonesia adalah ikut serta mewujudkan Indonesia merdeka. Melakukan pergerakan dengan sifat tidak bekerjasama (non-koperatif) dan sikap antipati terhadap pemerintahan Kolonial Hindia Belanda.

Mereka yakin bahwa bangsa Indonesia mampu dengan kemampuannya sendiri tanpa tergantung pada bangsa asing-terkhususnya Kolonial Belanda yang sedang menjajah.

Tag:

Baca Juga

Sisa-sisa Desa Kuno "Pompeii Inggris" Ungkap Rahasia Kehidupan Zaman Perunggu
Sisa-sisa Desa Kuno "Pompeii Inggris" Ungkap Rahasia Kehidupan Zaman Perunggu
Naskah Kuno Aztec Ungkap Sejarah Tenochtitlan dan Penaklukan Spanyol
Naskah Kuno Aztec Ungkap Sejarah Tenochtitlan dan Penaklukan Spanyol
Lukisan Menakjubkan Pada Makam Pendeta Kuno Mesir Perlihatkan Kehidupan 4.300 Tahun Lalu
Lukisan Pada Makam Pendeta Kuno Mesir Perlihatkan Kehidupan 4.300 Tahun Lalu
Makam Kuno Tiongkok dengan Pedang Ungkap Sejarah Kekerasan di Era Negara-Negara Berperang
Makam Kuno Tiongkok dengan Pedang Ungkap Sejarah Kekerasan di Era Negara-Negara Berperang
Penemuan Makam Mewah Dinasti Jin Agung di Tiongkok Ungkap Sisa-sisa Elit Non-Tionghoa
Penemuan Makam Mewah Dinasti Jin Agung di Tiongkok Ungkap Sisa-sisa Elit Non-Tionghoa
Kisah Pemakzulan Sultan Terakhir Kerajaan Riau-Lingga oleh Penjajah Belanda
Kisah Pemakzulan Sultan Terakhir Kerajaan Riau-Lingga oleh Penjajah Belanda