Cekricek.id - Beberapa wabah penyakit besar yang melanda wilayah Romawi kuno antara abad ke-2 dan ke-6 Masehi kemungkinan dipicu oleh perubahan iklim yang lebih dingin dan kering dari biasanya. Demikian hasil penelitian terbaru yang dipublikasikan dalam jurnal Science Advances.
Penelitian yang dilakukan oleh tim ilmuwan Jerman ini menganalisis inti sedimen dari Teluk Taranto, Italia Selatan. Dengan menggabungkan data paleoklimat dari berbagai sumber, mereka mampu merekonstruksi kondisi iklim di wilayah tersebut dalam rentang waktu 200 SM hingga 600 M.
Hasilnya menunjukkan bahwa beberapa peristiwa wabah besar seperti Wabah Antonine, Wabah Cyprian, dan Wabah Yustinianus bertepatan dengan masa-masa di mana suhu udara 1°C-3°C lebih rendah dan curah hujan juga lebih sedikit dari biasanya.
"Kami belum bisa mengidentifikasi pendinginan sebagai penyebab langsung wabah pada abad kedua, ketiga, atau keenam. Namun data ini memberi wawasan baru tentang iklim Romawi kuno yang selama ini masih sangat terbatas," ujar Timothy Newfield, seorang ahli epidemiologi dari Universitas Georgetown yang tidak terlibat dalam studi ini.
Peneliti utama Karin Zonneveld dari Universitas Bremen mengatakan mempelajari wabah masa lalu di tengah pandemi COVID-19 memberi perspektif baru.
"Apakah hal ini bisa terjadi lagi? Apa yang bisa kita pelajari? Kita perlu memasukkan faktor iklim dalam evaluasi risiko kesehatan masyarakat global," tuturnya.
Baca juga: Kisah Pilu dari Makam Keluarga Kaya Romawi Berusia 1.800 Tahun
Meskipun belum ada bukti sebab-akibat langsung, studi ini mengingatkan kita akan potensi perubahan iklim dalam memicu atau memperburuk penyebaran penyakit menular. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk memahami kaitan kompleks antara iklim dan munculnya wabah.