Cekricek.id, Jakarta - Peningkatan suhu ekstrem akibat perubahan iklim semakin menimbulkan kekhawatiran. Para peneliti kini menyoroti hubungan antara gelombang panas dan kesehatan otak, khususnya dalam memicu gangguan neurologis.
Stephanie Smith, seorang ibu asal Amerika, menceritakan pengalaman putranya, Jake, yang pertama kali mengalami kejang tonik-klonik pada usia lima bulan.
“Saat itu sangat panas, tubuhnya kepanasan, dan kami menyaksikan sesuatu yang kami kira akan menjadi hal paling menakutkan yang pernah kami lihat. Sayangnya, tidak demikian," katanya, mengutip BBC, Minggu (03/8/2025).
Seiring bertambahnya usia, kejang semakin sering terjadi ketika musim panas dengan udara lembap dan menyengat tiba. Keluarga pun harus melakukan berbagai cara untuk menjaga suhu tubuh Jake tetap dingin.
Pada usia 18 bulan, tes genetik menunjukkan Jake mengidap Sindrom Dravet, sebuah kondisi neurologis yang mencakup epilepsi dan menyerang sekitar satu dari 15.000 anak. Penyakit ini sering disertai disabilitas intelektual, autisme, ADHD, serta kesulitan berbicara, berjalan, makan, dan tidur. Panas serta perubahan suhu mendadak terbukti dapat memicu kejang.
Kini, di usia 13 tahun, Jake masih harus menghadapi banyak kejang setiap kali cuaca berubah.
Baca Juga: Siklus Menstruasi Mempengaruhi Otak Wanita
Musim panas yang semakin panas dan gelombang panas menambah beban hidup dengan kondisi yang sudah sangat menghancurkan ini," pungkasnya. (*)