Kisah seorang pria mualaf yang rela meninggalkan pekerjaan di tempat hiburan dengan gaji Rp100 juta. Walaupun hidup seadanya, ia mendapatkan ketenangan hati.
Cekricek.id – Hati yang tenang adalah kunci kebahagiaan seorang manusia. Ketenangan hati itu hanya didapat bila diri dekat dengan Sang pencipta.
Sekalipun punya gaji besar, keluarga harmonis, dan hidup serba berkecukupan, jika diri jauh dari Sang Pencipta maka tidak ada ketenangan hati di dalamnya. Jiwa pun akan merasa gelisah dan tak pernah damai dengan keadaan.
Itulah yang dialami oleh seorang mualaf bernama Hasanudin. Dikutip dari kanal YouTube Cahaya Islamic, Hasanudin dulunya seorang yang kaya raya. Ia bekerja di sebuah tempat hiburan ternama di Jakarta dengan gaji per bulan mencapai Rp100 juta.
Segala kemewahan hidup pernah ia rasakan. Mulai dari rumah mewah, mobil mewah, hingga keluarga yang harmonis pun ia dapatkan. Namun semua itu tidak pernah membuat hatinya tenang.
Kekayaan Hasanudin itu membuatnya lepas kendali. Ia tak pernah mempermasalahkan jika istrinya belanja sesuka hati, makan enak di restoran mewah, dan membeli hadiah untuk sang mertua. Bahkan Hasanudin sering memberi pinjaman uang kepada teman-temannya.
Kekayaan pria yang menempuh pendidikan di Singapura itu pun lambat laun mulai menipis. Sejak itu pula muncul konflik antara dirinya dan istri hingga berujung pada perceraian.
Ia kemudian kembali membina rumah tangga, tapi juga tak bertahan lama karena beberapa konflik yang terjadi. Harta Hasanudin pun habis sudah pasca perceraiannya yang kedua kali itu.
Meski demikian, ia tak ingin menyerah dengan hidup dan tetap berjuang mencari uang. Hasanudin lalu menemukan wanita yang membuat hatinya bergejolak. Namun wanita itu meminta satu syarat jika ingin menjadikannya istri, yaitu Hasanudin harus menjadi seorang mualaf.
Ia pun memenuhi syarat wanita tersebut dan resmi menjadi mualaf pada usia 43 tahun. Hasanudin dan istrinya kemudian merantau ke Sukabumi, Jawa Barat untuk memulai hidup baru dan melupakan masa lalu.
Satu hal yang selalu ia syukuri setelah menjadi mualaf yaitu adanya ketenangan hati yang selama ini ia cari. Jiwanya menjadi damai meski penghasilannya tak seberapa dari jualan keliling.
Bahkan Hasanudin mengaku selalu mendapat pertolongan dari Allah. Berapapun rezeki yang ia peroleh, selalu disyukuri oleh pria paruh baya tersebut.