Cekricek.id - Maulid Nabi, sebuah momen yang dirayakan oleh umat Islam di seluruh dunia untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, memiliki interpretasi dan perlakuan yang berbeda di berbagai negara. Di Indonesia, perayaan ini diadakan dengan meriah, sesuai dengan adat dan tradisi lokal, dan bahkan dijadikan sebagai hari libur nasional.
Namun, ada beberapa negara dengan mayoritas penduduk Muslim yang memilih untuk tidak merayakan Maulid Nabi, seperti Arab Saudi dan Qatar. Alasan utama di balik keputusan ini adalah pandangan bahwa perayaan tersebut dianggap sebagai bid'ah, atau inovasi dalam agama yang tidak memiliki dasar dalam Al-Qur'an dan Hadits.
Arab Saudi, tanah kelahiran Rasulullah SAW, memiliki pandangan yang sangat sensitif terhadap berbagai tradisi dan perayaan agama. Pemerintahannya, Al-Mamlakah Al-Arabiyyah As-Su'udiyyah, melarang segala bentuk perayaan Maulid Nabi.
Para ulama di negara ini berpendapat bahwa merayakan Maulid Nabi bukanlah cara yang tepat untuk menunjukkan cinta kepada Rasulullah SAW karena tidak ada dalil yang mendukung praktik ini.
Mufti Agung Arab Saudi, Syekh Abdul Aziz bin Abdullah Asy-Syekh, bahkan berfatwa bahwa memperingati hari kelahiran Rasulullah SAW adalah praktik takhayul yang bertentangan dengan ajaran Islam.
Qatar, negara lain yang juga tidak merayakan Maulid Nabi, memiliki pandangan serupa dengan Arab Saudi. Baik Qatar maupun Arab Saudi menganut paham Wahabi atau Salafi, sebuah aliran dalam Islam yang dikembangkan oleh teolog Muslim Muhammad bin Abdul Wahhab pada abad ke-18.
Kaum Muslim di Qatar juga percaya bahwa merayakan Maulid Nabi adalah bid'ah dan dianggap tidak sopan karena ada banyak nabi dan rasul selain Muhammad SAW.
Di Indonesia, perayaan Maulid Nabi diadakan dengan berbagai acara keagamaan di beberapa daerah, seperti grebeg maulud di Solo dan Jogja, Panjang Jimat di Cirebon, dan Endog-endogan di Banyuwangi. Perayaan ini mencerminkan keberagaman dan kekayaan budaya lokal dalam merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Meski perayaan Maulid Nabi mendapat tanggapan beragam dari negara-negara Muslim, penting untuk menghargai keberagaman pandangan dan praktek dalam Islam.
Setiap umat Muslim memiliki cara mereka sendiri dalam menunjukkan cinta dan penghormatan kepada Rasulullah SAW, dan perbedaan dalam merayakan Maulid Nabi seharusnya tidak menjadi sumber perpecahan di antara umat Islam.
Dalam konteks yang lebih luas, refleksi atas perbedaan pandangan dan praktek dalam merayakan Maulid Nabi dapat menjadi pelajaran berharga tentang toleransi dan penghargaan terhadap keberagaman dalam umat Islam. Dengan saling menghargai dan memahami perbedaan, umat Islam dapat bersatu dan memperkuat ukhuwah Islamiyah.