Cekricek.id - Berkas pecahan kaca yang tertinggal di lantai apabila terinjak oleh kaki seseorang biasanya kaca tersebut akan melukai kaki orang tersebut.
Tak jarang seseorang akan merasa kesakitan saat menginjak pecahan kaca tersebut. Sekalipun hanya satu pecahan kaca yang terinjak. Bahkan ada yang sampai berlumuran darah saat tak sengaja menginjak satu pecahan kaca.
Namun, tidak dengan para penari piring di Sumatra Barat ini. Mereka menginjak ratusan pecahan kaca tanpa melukai telapak kaki mereka sedikit pun.
Bahkan mereka melompat-lompat ria sambil tersenyum di atas pecahan kaca yang telah disediakan. Tak terlihat darah sedikit pun yang memancar di telapak kaki mereka.
Padahal mereka menginjak piring tersebut dengan telapak kaki telanjang, alias tidak menggunakan alas kaki. Bahkan mereka juga memegang dua piring sambil menari dengan riang gembiranya.
Kedua piring yang dipegang itu juga tampak melekat di tangan penari, padahal tidak menggunakan lem sedikit pun.
Tak ayal, para penari juga kerap membolak-balikkan piring dengan lincahnya tanpa menjatuhkan piring tersebut dari tangannya.
Lantas, mengapa bisa demikian? Inilah uniknya tari piring, budaya Minangkabau yang mencuri perhatian wisatawan.
Uniknya Tari piring
Tari Piring adalah seni tari tradisional Minangkabau yang menggunakan piring sebagai properti utama atraksinya. Dalam bahasa Minangkabau, tari ini disebut dengan tari piring.Dua buah piring kaca diletakkan dikedua tangan penari sambil menari. Para penari akan mengayunkan piring di tangan dengan gerakan cepat dan teratur tanpa terlepas dari pegangan.
Bukan orang Minang namanya jika bukan memiliki maksud untuk menciptakan sebuah karya. Tari piring, memiliki makna yang mendalam pada setiap gerakan tari piring tersebut.
Menurut pemahaman penduduk Sumatera Barat gerakan tari piring melambangkan kerja sama ketika warga sedang berada di sawah.
Koreografinya meniru cara petani bercocok tanam dan juga menunjukkan rasa syukur saat mereka menuai hasil panen padi.
Gerakan-gerakan tari piring di antaranya gerak pasambahan, singanjuo lalai, mencangkul, mengiang, membuang sampah, memagar, menyemai, gerak mencabut benih, gerak bertanam, gerak melepas lelah, gerak mengantar juadah, gerak mengambil padi, menggampo padi, menganginkan padi, mengikir padi, membawa padi, menumbuk padi, gotong royong, menampih padi dan menginjak pecahan kaca.
Tari piring biasanya berjumlah ganjil, terdiri dari tiga hingga tujuh orang. Tarian diiringi oleh kombinasi alat musik talempong dan saluang.
Tempo alunan musik pada awalnya lembut dan teratur, namun lama kelamaan berubah lebih cepat. Hal itu yang berarti ita sebagai manusia tidak boleh lelet.
Sejarah Tari piring
Dilansir dari laman Kemendikbud, tari piring diperkirakan telah ada sejak abad ke-12. Kala itu, masyarakat Minangkabau masih menyembah dewa-dewa.Tari piring diperuntukkan sebagai tarian persembahan bagi dewa atas hasil panen yang berlimpah.
Ritual ini dilakukan dengan membawa sajian makanan yang diletakkan di dalam piring, sambil melangkah dengan gerakan tertentu. Setelah Islam masuk ke Nusantara, tari piring tidak ditinggalkan begitu saja.
Fungsinya bergeser, dari yang sebelumnya sebagai persembahan untuk dewa, kini banyak dipertontonkan sebagai hiburan, khususnya di acara pernikahan.
Rahasia di Balik Tari Piring
Dalam setiap pertunjukan tari piring, tentu saja tak selalu berhasil. Terkadang ada juga satu atau dua penari yang menjatuhkan piring saat menari.Hal itu wajar, lantaran grogi atau pun tangan sudah berair sehingga licin dan piring pun bisa saja jatuh. Kendati demikian, para penari biasanya akan berusaha tidak menjatuhkan piring di tangan mereka.
Hal ini dapat diatasi dengan cara sering latihan. Semakin sering latihan, maka akan semakin lancar. Biasanya, piring yang digunakan adalah piring porselen yang dihiasi ukiran di bagian sampingnya.
Baca juga: 5 Larangan Aneh di Korea Selatan Bagi Traveller
Dalam pertunjukan, piring tersebut akan dijentikkan dengan cincin khusus sehingga menimbulkan suara khas.
Tarian ini merupakan tarian penghibur dan parintang atau pengisi waktu kosong. Selain itu juga disebut tari pergaulan, karena dimainkan oleh muda-mudi secara berkelompok.
Pakaian yang digunakan penari adalah pakaian berwarna cerah, seperti merah dan kuning keemasan. Namun, pakaian para penari piring kini kerap berganti warna yang sesuai dengan perkembangan zaman. [*]