Cekricek.id - Dalam investigasi yang panjang dan mendalam, ilmuwan akhirnya berhasil mengungkap misteri yang telah berlangsung selama hampir dua abad. Penelitian terbaru mengidentifikasi perubahan iklim sebagai penyebab utama kepunahan kelompok hewan laut di superbenua Gondwana, yang terjadi 390 juta tahun yang lalu. Studi ini telah dimuat dalam jurnal Earth-Science Reviews pada 13 Oktober.
Gondwana, yang pernah menjadi rumah bagi beragam spesies tumbuhan dan hewan, menyaksikan hilangnya kelompok biota Malvinoxhosan dalam waktu lima juta tahun.
Biota ini, yang terdiri dari trilobit, brakiopoda mirip kerang, serta beberapa moluska dan ekinoderm, tidak dapat beradaptasi dengan perubahan kondisi lingkungan yang disebabkan oleh penurunan permukaan laut secara bertahap.
Ketua peneliti, Cameron Penn-Clarke, seorang ilmuwan evolusi dari Universitas Witwatersrand di Johannesburg, mengatakan bahwa temuan ini menyelesaikan "misteri pembunuhan" berusia 390 juta tahun.
"Ini adalah kisah kepunahan yang mengejutkan dan memberikan wawasan baru tentang dampak perubahan iklim," ujarnya.
Gondwana, yang terbentuk sekitar 600 juta tahun lalu dan mulai terpecah sekitar 180 juta tahun lalu, mencakup wilayah yang kini menjadi Afrika, Amerika Selatan, Australia, Antartika, anak benua India, dan Semenanjung Arab.
Pada masa itu, kawasan dekat Kutub Selatan ini menjadi pusat keanekaragaman hayati, namun juga menjadi lokasi hilangnya biota Malvinoxhosan antara 390 dan 385 juta tahun lalu.
Tim peneliti melakukan analisis ulang terhadap ratusan fosil yang berasal dari biota Malvinoxhosan. Mereka memperhatikan lokasi, kedalaman, dan sifat geologi batuan tempat masing-masing fosil ditemukan. Hasilnya, mereka berhasil menyusun kronologi kejadian dan memahami perubahan yang terjadi pada ekosistem saat itu.
Ditemukan tujuh hingga delapan lapisan fosil kunci dari biota Malvinoxhosan. Dengan setiap penambahan lapisan, jumlah dan keragaman fosil menurun.
Analisis terhadap data permukaan laut lokal menunjukkan bahwa setiap lapisan fosil berkorelasi dengan penurunan permukaan laut, yang pada akhirnya memicu perubahan iklim dan merugikan spesies-spesies tersebut.
Peneliti percaya bahwa biota Malvinoxhosan telah berevolusi untuk bertahan di air dingin. Namun, penurunan permukaan laut mengganggu arus laut di sekitar Kutub Selatan, dikenal sebagai "penghalang termal sirkumpolar", yang memungkinkan air hangat dari khatulistiwa bercampur dengan air dingin di selatan. Akibatnya, biota Malvinoxhosan digantikan oleh spesies laut yang lebih umum dan dapat beradaptasi dengan air hangat.
Punahnya biota Malvinoxhosan diduga menyebabkan "kehancuran total" ekosistem di sekitar Kutub Selatan.
Sampai saat ini, keanekaragaman hayati di kawasan tersebut belum pulih sepenuhnya.
Peneliti juga menekankan bahwa kepunahan ini mencerminkan apa yang terjadi pada ekosistem kutub saat ini akibat perubahan iklim yang disebabkan oleh aktivitas manusia.
"Penelitian ini penting untuk dipahami, terutama dalam menghadapi krisis keanekaragaman hayati yang kita hadapi saat ini," kata Penn-Clarke. "Ini menunjukkan betapa rentannya lingkungan dan ekosistem kutub terhadap perubahan pada permukaan laut dan suhu. Sayangnya, setiap perubahan yang terjadi cenderung bersifat permanen."