Ketua DPR RI, Puan Maharani, prihatin dengan meningkatnya jumlah anak-anak pecandu rokok. Ia mendorong pemerintah untuk meningkatkan pengawasan dan memberikan edukasi yang masif demi melindungi generasi muda dari bahaya rokok. Baca artikel ini untuk mengetahui lebih lanjut tentang upaya yang dilakukan dan masalah yang perlu diatasi.
Cekricek.id, Jakarta - Ketua DPR RI, Puan Maharani, menyampaikan keprihatinannya atas jumlah anak-anak yang menjadi pecandu rokok. Ia mengusulkan langkah-langkah tegas dari pemerintah untuk mengatasi masalah ini. Puan percaya bahwa tindakan ini tidak hanya bersifat moralitas semata, tetapi juga merupakan langkah yang peduli terhadap kesehatan dan masa depan generasi muda kita. Puan menegaskan hal ini dalam sebuah keterangan tertulis pada Jumat (7/7/2023).
Puan menganggap peningkatan jumlah perokok anak tidak boleh dibiarkan terus berlanjut. Diperlukan terobosan dari pemerintah untuk menekan angka ini, karena itu juga merupakan bagian dari program jangka panjang pemerintah.
Salah satu masalah serius yang harus ditangani adalah perdagangan anak di Indonesia. Masalah perokok anak ini telah mendapat perhatian serius dari dunia internasional, seperti yang terlihat dari laporan media asing yang menyebut Indonesia sebagai "baby smoker country" karena adanya balita yang menjadi viral karena merokok.
Puan mengatakan, "Pemerintah perlu mempertimbangkan faktor-faktor krusial yang menyebabkan anak-anak mengonsumsi rokok. Dengan langkah-langkah yang tepat dan terarah, diharapkan jumlah perokok anak dapat menurun secara drastis."
Puan mengutip hasil riset berjudul "Global Adult Tobacco Survey" (GYTS) yang diterbitkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Riset ini menyebutkan bahwa kenaikan harga rokok tidak begitu berpengaruh sebagai pemicu anak-anak menjadi perokok. Sebaliknya, faktor-faktor penting yang memengaruhi kecenderungan anak-anak menjadi perokok adalah lingkungan sekitar mereka, seperti melihat teman sebaya yang merokok dan terpapar iklan rokok di berbagai media.
Riset GYTS juga mengungkapkan bahwa 61 persen warung rokok berada dalam radius 100 meter dari area sekolah. Hal ini memudahkan anak-anak untuk mendapatkan rokok dengan harga relatif murah karena penjualan eceran. Data Outlook Perokok Pelajar Indonesia tahun 2022 menyebutkan bahwa sebanyak 47,06 persen anak membeli rokok secara eceran di kios dan minimarket. Sayangnya, sebagian besar dari mereka tidak pernah diminta kartu identitas atau usia saat pembelian.
Oleh karena itu, Puan mengajak semua pihak untuk meningkatkan kesadaran guna meminimalisir faktor-faktor yang memicu peningkatan jumlah perokok anak. Salah satu langkah yang diusulkan adalah memperketat aturan mengenai iklan, promosi, dan sponsor rokok karena media memiliki pengaruh signifikan dalam menyampaikan informasi.
Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes), jumlah perokok anak usia 10-18 tahun terus meningkat. Pada tahun 2013, angkanya mencapai 7,2 persen, sedangkan pada tahun 2018, angka tersebut meningkat menjadi 9,1 persen atau sekitar 3,2 juta anak.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) bahkan memperkirakan bahwa prevalensi anak-anak perokok akan mencapai 16 persen pada tahun 2030, setara dengan enam juta anak, jika tidak ada upaya pencegahan yang sistematis dan masif.
Puan juga mendukung dikeluarkannya Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 25 Tahun 2022 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2023. Keppres ini mencakup rencana larangan penjualan rokok batangan atau eceran.
Namun, Puan menyayangkan bahwa penerapan Kawasan Tanpa Asap Rokok (KTR) masih kurang optimal. Ia berpendapat bahwa implementasi dan pengawasan KTR di lapangan belum berjalan dengan baik.
Puan menekankan pentingnya lingkungan pendidikan dalam memberikan edukasi yang berlebihan tentang bahaya merokok kepada anak-anak. Penting untuk memastikan bahwa zona sekolah bebas dari asap rokok. Hal ini tentu saja membutuhkan peran orang dewasa, termasuk keputusan mereka untuk tidak merokok di depan anak-anak. Selain membahayakan anak sebagai perokok pasif, kita juga tahu bahwa anak-anak cenderung meniru apa yang mereka lihat.
Paparan asap rokok pada anak-anak juga menjadi perhatian semua pihak. Anak-anak yang menjadi "secondhand smoker" (terpapar asap rokok langsung dari orang yang merokok) maupun "thirdhand smoker" (terpapar asap rokok yang menempel pada pakaian) berisiko mengalami berbagai masalah kesehatan.
Anak-anak yang menjadi perokok pasif lebih rentan mengalami batuk kronis, pneumonia, dan asma. Bahkan, sekitar 165.000 anak meninggal setiap tahunnya di seluruh dunia karena penyakit paru terkait paparan asap rokok.
Baca juga: Ini Bahaya Rokok Elektrik atau VAPE: 5 Orang Meninggal di Inggris
Puan mengakhiri dengan mengatakan, "Menyelamatkan generasi bangsa dari kecanduan zat adiktif dalam rokok adalah tanggung jawab bersama. Baik pemerintah, DPR, produsen rokok, maupun masyarakat secara keseluruhan perlu berperan aktif. Mari kita lindungi anak-anak kita dari paparan asap rokok agar generasi penerus kita tumbuh menjadi anak-anak yang sehat, yang akan membawa kemajuan bagi Indonesia."