Wow, 9 Persen Warga di 30 Negara Ini LGBTQ, Indonesia Gimana Ya?

Cekricek.id, Berita Viral - Sebuah survei baru-baru ini yang dilakukan oleh Ipsos menemukan bahwa hampir 9 persen orang dewasa dari 30 negara di seluruh belahan dunia telah mengidentifikasi diri mereka sebagai LGBTQ.

9 persen orang di 30 negara akui diri sebagai LGBTQ. [Foto: canva]

Cekricek.id, Berita Viral - Sebuah survei baru-baru ini yang dilakukan oleh Ipsos menemukan bahwa hampir 9 persen orang dewasa dari 30 negara di seluruh belahan dunia telah mengidentifikasi diri mereka sebagai LGBTQ.

Menurut survei tersebut, dilansir dari mint, Gen Z dan Generasi Milenial lebih cenderung mengidentifikasi diri sebagai queer, biseksual, panseksual, omniseksual, atau aseksual dibandingkan generasi lainnya.

Survei online ini dilakukan mulai dari tanggal 17 Februari sampai 3 Maret dan lebih dari 22.514 orang di bawah usia 75 tahun menanggapi jajak pendapat online tersebut.

Menurut Nicolas Boyon, wakil presiden senior penelitian dan komunikasi di Ipsos, jajak pendapat mengungkapkan kesamaan di antara negara-negara tersebut, seperti tingkat toleransi yang tinggi terhadap hak-hak LGBTQ karena semakin banyak orang yang berhubungan dengan mereka.

"Secara global, kami melihat peningkatan dibandingkan dua tahun lalu dalam proporsi orang yang memiliki kerabat atau teman atau rekan kerja, baik gay atau lesbian, atau biseksual, atau trans, atau non-biner", ujarnya.

Sesuai survei, lebih dari separuh responden mengatakan bahwa mereka mendukung pernikahan sesama jenis jika itu dilegalkan.

Sekitar 56 persen orang di 30 negara percaya bahwa pasangan sesama jenis harus bisa menikah secara sah. Sedangkan, 16 persen di antaranya percaya bahwa kelompok LGBT itu harus bisa mendapatkan pengakuan hukum tetapi bukan pernikahan.

Di antara orang-orang yang mengisi survei, didapatkan bahwa kaum wanita terpantau lebih cenderung mendukung pernikahan sesama jenis daripada para pria.

Daftar Negara yang Izinkan Pernikahan Sesama Jenis (LGBTQ)

Adapaun daftar negara yang melegalkan pernikahan sesama jenis (LGBTQ) saat ini ada Kosta Rika (2020), Irlandia Utara (2019), Ekuador (2019), Taiwan (2019), Austria (2019), Australia (2017), Malta (2017), Jerman ( 2017), Kolombia (2016), Amerika Serikat (2015), Greenland (2015), Irlandia (2015) dan Finlandia (2015).

Luksemburg (2014), Skotlandia (2014), Inggris dan Wales (2013), Brasil (2013) , Prancis (2013), Selandia Baru (2013), Uruguay (2013), Denmark (2012), Argentina (2010), Portugal (2010), Islandia (2010), Swedia (2009), Norwegia (2008), Afrika Selatan (2006), Spanyol (2005), Kanada (2005), Belgia (2003), serta Belanda (2000).

Jajak pendapat tersebut juga menunjukkan bahwa pasangan sesama jenis memiliki kemungkinan yang sama dengan orang tua lainnya untuk berhasil membesarkan anak di 26 negara berbeda.

Baca juga: Ada Salon Khusus LGBT di India, Begini Penampakannya

Boyon mengatakan bahwa dia terkejut, dibandingkan dengan AS, Eropa Timur, dan Inggris Raya, ada lebih banyak dukungan untuk transgender di negara-negara seperti Thailand, Italia, dan Spanyol.

Baca Juga

Presiden Donald Trump memberikan pernyataan di Gedung Putih terkait gencatan senjata Iran-Israel
Trump Umumkan Kesepakatan Gencatan Senjata Iran-Israel
Polemik Konstitusional Muncul Usai Trump Perintahkan Bombardir Iran
Polemik Konstitusional Muncul Usai Trump Perintahkan Bombardir Iran
Menteri Luar Negeri Australia Penny Wong memberikan pernyataan pers terkait dukungan Australia terhadap serangan AS ke Iran
Australia Dukung AS Serang Iran: Iran Tidak Boleh Punya Senjata Nuklir
Donald Trump dan Benjamin Netanyahu berjabat tangan di Gedung Putih dengan bendera Amerika Serikat dan Israel di latar belakang
Netanyahu Berhasil Manfaatkan Trump untuk Menyerang Fasilitas Nuklir Iran
Iran Luncurkan Rudal Balistik Khorramshahr-4 ke Israel Usai Serangan AS
Iran Luncurkan Rudal Balistik Khorramshahr-4 ke Israel Usai Serangan AS
Peta Selat Hormuz dan lokasi pangkalan militer Amerika Serikat di Bahrain yang menjadi target seruan serangan balasan Iran
Khamenei Diminta Balas Serangan AS dan Blokade Selat Hormuz