Sejarah Tari piring
Dilansir dari laman Kemendikbud, tari piring diperkirakan telah ada sejak abad ke-12. Kala itu, masyarakat Minangkabau masih menyembah dewa-dewa.Tari piring diperuntukkan sebagai tarian persembahan bagi dewa atas hasil panen yang berlimpah.
Ritual ini dilakukan dengan membawa sajian makanan yang diletakkan di dalam piring, sambil melangkah dengan gerakan tertentu. Setelah Islam masuk ke Nusantara, tari piring tidak ditinggalkan begitu saja.
Fungsinya bergeser, dari yang sebelumnya sebagai persembahan untuk dewa, kini banyak dipertontonkan sebagai hiburan, khususnya di acara pernikahan.
Rahasia di Balik Tari Piring
Dalam setiap pertunjukan tari piring, tentu saja tak selalu berhasil. Terkadang ada juga satu atau dua penari yang menjatuhkan piring saat menari.Hal itu wajar, lantaran grogi atau pun tangan sudah berair sehingga licin dan piring pun bisa saja jatuh. Kendati demikian, para penari biasanya akan berusaha tidak menjatuhkan piring di tangan mereka.
Hal ini dapat diatasi dengan cara sering latihan. Semakin sering latihan, maka akan semakin lancar. Biasanya, piring yang digunakan adalah piring porselen yang dihiasi ukiran di bagian sampingnya.
Baca juga: 5 Larangan Aneh di Korea Selatan Bagi Traveller
Dalam pertunjukan, piring tersebut akan dijentikkan dengan cincin khusus sehingga menimbulkan suara khas.
Tarian ini merupakan tarian penghibur dan parintang atau pengisi waktu kosong. Selain itu juga disebut tari pergaulan, karena dimainkan oleh muda-mudi secara berkelompok.
Pakaian yang digunakan penari adalah pakaian berwarna cerah, seperti merah dan kuning keemasan. Namun, pakaian para penari piring kini kerap berganti warna yang sesuai dengan perkembangan zaman. [*]