Bagaimana Otak dan Tubuh Bereaksi terhadap Ancaman?

Bagaimana Otak dan Tubuh Bereaksi terhadap Ancaman?

Ilustrasi. [Canva]

Penelitian terbaru mengungkap bagaimana otak dan tubuh kita merespons ketakutan. Dari detak jantung yang meningkat hingga perasaan cemas di perut, ketahui apa yang sebenarnya terjadi di dalam tubuh Anda saat Anda merasa takut.

Cekricek.id - Ketika Anda merasa takut, pernahkah Anda merasakan jantung berdebar kencang atau perut terasa seperti dihinggapi kupu-kupu? Banyak dari kita menggunakan frasa seperti ini untuk menggambarkan perasaan ketakutan atau kecemasan.

Meski banyak budaya mengaitkan keberanian dan ketakutan lebih pada jantung atau perut daripada otak, ilmu pengetahuan selama ini memandang otak sebagai pusat dari semua emosi ini.

Sebagai seorang psikiater dan ahli saraf, saya, Dyna Rochmyaningsih, telah meneliti bagaimana ketakutan bekerja di otak dan tubuh kita. Dalam buku saya "Afraid", saya menjelaskan bagaimana otak memproses ketakutan dan bagaimana tubuh kita merespons.

Ketakutan dan Otak

Otak kita telah berevolusi untuk melindungi kita dari ancaman fisik, seperti serangan predator. Namun, di zaman modern, banyak ancaman yang lebih bersifat abstrak.

Meskipun otak kita mungkin tidak membedakan antara ancaman nyata dan yang bersifat psikologis, ada beberapa area otak yang berperan penting dalam memproses ketakutan.

Amygdala, bagian kecil dari otak yang berbentuk seperti almond, berfungsi mendeteksi ancaman dan menentukan bagaimana kita harus bereaksi. Sementara itu, hippocampus membantu memahami konteks ancaman, dan prefrontal cortex berperan dalam aspek kognitif dan sosial dari pemrosesan ketakutan.

Ketakutan dan Tubuh

Jika otak kita memutuskan bahwa respons ketakutan diperlukan, ia akan mengaktifkan serangkaian jalur untuk mempersiapkan tubuh kita. Meskipun sebagian dari respons "lawan atau lari" terjadi di otak, sebagian besar aksinya berlangsung di tubuh kita.

Sistem saraf simpatis, misalnya, mempersiapkan tubuh kita untuk aksi cepat. Ini termasuk mengirim sinyal ke otot dada dan perut kita, yang mungkin menyebabkan perasaan ketegangan di area tersebut saat kita merasa cemas.

Selain itu, sinyal dari sistem saraf simpatis dapat meningkatkan detak jantung kita dan membuat kita merasa sesak napas.

Kembali ke Otak

Semua sensasi yang kita rasakan, termasuk perasaan di dada atau perut, dikirim kembali ke otak melalui sumsum tulang belakang. Otak kita, yang sudah dalam keadaan cemas, kemudian memproses sinyal-sinyal ini. Bagian otak seperti insula dan prefrontal cortex berperan dalam kesadaran kita akan sensasi fisik ini.

Meskipun perasaan ketakutan dan kecemasan dimulai di otak kita, kita juga merasakannya di tubuh kita. Emosi terjadi di kedua area ini, tetapi kita menjadi sadar akan keberadaan mereka dengan otak kita.

Sebagai kesimpulan, ketakutan bukan hanya perasaan yang kita alami di otak kita. Ini adalah respons kompleks yang melibatkan banyak bagian dari otak dan tubuh kita. Dengan memahami bagaimana kita merespons ketakutan, kita dapat lebih memahami diri kita sendiri dan bagaimana tubuh kita bekerja.

Baca berita terbaru dan terkini hari ini, seputar peristiwa, hukum, politik, ekonomi, olahraga, gaya hidup, hiburan, budaya, dan sejarah, hanya di Cekricek.id.

Baca Juga

Tampilan ventral (perut) dari cetakan trilobita, dengan bagian mulut dari emas dan partikel makanan dalam berbagai warna [Kraft et al., Nature , 2023)
Misteri Makanan Terakhir Trilobita: Fosil 465 Juta Tahun Bongkar Rahasia Diet Kuno
OMAD: Apa Dampak Diet Satu Kali Makan Sehari pada Tubuh Kita?
OMAD: Apa Dampak Diet Satu Kali Makan Sehari pada Tubuh Kita?
Terapi Floatation-REST: Solusi Baru dalam Mengatasi Anoreksia Nervosa
Terapi Floatation-REST: Solusi Baru dalam Mengatasi Anoreksia Nervosa
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa kenangan yang kita lupakan mungkin tetap ada di otak kita, memberikan perspektif baru tentang proses belajar dan potensi pengobatan dementia.
Kenangan Terlupakan: Apakah Mereka Benar-Benar Hilang dari Otak Kita?
Peneliti di Philadelphia siap menguji kandungan buatan pada manusia, tetapi teknologi ini menimbulkan pertanyaan etika dan medis.
Peneliti Mengembangkan Rahim Buatan: Masa Depan Perawatan Bayi Prematur?
Penelitian terbaru menyoroti prevalensi gejala kesehatan mental pada pasien penyakit autoimun. Temuan mengejutkan ini menuntut perhatian klinis yang lebih mendalam.
Mengapa Pasien Penyakit Autoimun Perlu Perhatian Kesehatan Mental?